LIMA JARI TANGAN
Oleh : Willy Yandi Wijaya
(Petikan dari Halaman Webside: Willy Yandi Wijaya)
(Petikan dari Halaman Webside: Willy Yandi Wijaya)
Lima jari tangan mengadakan pertemuan dengan tujuan memutuskan
siapakah sesungguhnya di antara mereka yang paling unggul.
Pertama-tama, jempol tangan dengan bangganya berkata:
“Asalkan saya mengacungkan jempol, berarti menandakan bahwa
sayalah yang paling unggul!”
Jari telunjuk dengan gusarnya membantah dan berkata:
“Setiap kali ingin makan, selalu menggunakan telunjuk untuk
mencolek dan mencicipinya. Tanpa dapat mencicipi makanan
dan makan, semuanya tidak bisa hidup. Oleh karena itu,
sayalah yang paling unggul.”
Jari tengah juga tidak mau kalah dan berkata: “Diantara kita, sudah
pasti sayalah yang paling tinggi dan panjang. Oleh karena itu,
anda semua harus mendengarkan perintah saya!”
Jari manis dengan tenangnya berkata: “Setiap kali upacara pernikahan,
cincin kawin selalu dikenakan pada saya. Demikian pula segala macam
cincin perhiasan yang bagus dan mahal selalu dikenakan pada saya!
Bagaimana anda dapat menyamakan diri dengan saya?”
Keempat jari masing-masing membanggakan diri, namun hanya jari
kelingking yang berdiam diri. Keempat jari tersebut kemudian dengan
perasaan heran berkata: “Kenapa kamu berdiam diri?”
Jari kelingking dengan rendah hatinya berkata:
“Saya adalah yang paling kecil dan paling akhir, bagaimana mungkin
saya dapat menyamakan diri dengan anda sekalian?”
Pada waktu keempat jari merasa senang sekali mendengar ucapan
tersebut, jari kelingking melanjutkan: “Tetapi pada waktu memberikan
salam dan hormat (anjali – bersikap hormat dengan merangkapkan
kedua tangan di dada) kepada Sang Buddha dan orang bijaksana
lainnya; sayalah yang paling depan dan dekat dengan mereka!”
Di dalam masyarakat kita sering menjumpai orang-orang yang
menganggap dirinya paling unggul. Orang yang benar-benar unggul
bukanlah diukur dengan kedudukan, nama besar dan lain sebagainya.
Orang yang benar-benar unggul adalah orang yang dapat menghormati
orang lain dan dapat mengerti keadaan orang lain.Bila seseorang dapat
menerima dan memaklumi keadaan suatu keluarga, maka dialah yang
patut disebut sebagai kepala keluarga. Demikian pula bila seseorang
dapat menerima masyarakat, jagat raya, maka hatinya akan semakin
lapang dan dapat bersatu dengan kebenaran Dharma, dia adalah seorang
pemimpin besar.Di dunia ini, sesuatu yang terhormat dan agung haruslah
tumbuh dari ketulusan hati!
Oleh : Maha Bhiksu Shing Yun
Penyadur : Tan Chau Ming
No comments:
Post a Comment