Dengan hormatnya dimaklumkan bahawa Wat Salawanothayan, Batu Jong akan mengadakan
perayaan tersebut diatas seperti berikut:-
Saipret
Pada 09 September 2011
Aktiviti: Dana makanan (saibat)
Pelimpahan pahala kepada sanak saudara yang meninggal dunia.
Songpret
Pada 23 September 2011
Aktiviti: Dana makanan (saibat)
Pelimpahan pahala kepada sanak saudara yang meninggal dunia.
Pha Pa (Vassa)
Pada: 28 September 2011 Hari Letak Kerja - Bacaan Ayat Suci Buddhis
Pada: 29 September 2011 Hari Perayaan Phapa- penyerahan Jubah setelah tamat menjalani vassa selama 3 bulan.
30 September 2011 Dana makanan (saibat)
Apakah pengertian saipret dan song pret.
Perkataan pret dalam bahasa Thai bererti hantu. Kita harus sedar bahawa menjadi hantu yang kelaparan ini adalah dari manusia seperti kita juga pada masa kelahiran yang lalu, mungkin mereka ini sanak saudara kita juga pada masa lalu, tetapi kerana tidak menjaga tingkah laku, maka dengan mudah mereka melakukan perbuatan yang mengakibat mereka menjadi hantu kelaparan. Oleh itu awas perbuatan kita supaya tidak dilahirkan dialam hantu kelaparan ini. Umur mereka ini amat panjang. Mungkin beribu tahun, bergantung kepada apa perbuatan buruk yang anda lakukan.
Dengan memberi makanan kepada phrak / than, kita akan mendapat pahala samaada sedikit atau banyak, itu bergantung kepada perbuatan kita semasa memberi atau membuat pahala. Hasil dari perbuatan kita memberi itu akan menghasilkan pahala. Pahala (bun) ini kita perlu kongsikan dengan
mereka yang menjadi hantu atau pret itu. Kita harus sentiasa sedar atau ingat hanya pahala yang kita berikan atau kongsikan saja dapat mereka nikmati. Kalau kita buat kita tidak berikan kepada mereka
mereka tidak mendapat nikmati pahala (bun) tersebut. Pahala (bun) ttersebut tetap milik kita kerana
kita yang melakukan dana makanan tersebut. Kita kerap mendengar bahawa pahala yang kita lakukan tidak sampai kepada simati.
sila baca juga ruangan Tham bun atau berbuat jasa.(buat pahala)
Semoga pahala yang akan kita lakukan ini akan dapat dinikmati oleh mereka
yang memerlukannya.
Sadhu..............
Tuesday, August 02, 2011
Saipret, Songpret, Pha Pa - Wat Salawanothayan Batu Jong
Labels:
Aktiviti Wat 2011,
PHA PA,
PHA PA 2011
Saturday, July 02, 2011
SADDHA VS DOGMA
Saddha Vs Dogma
Diposting oleh artikel pada Spiritful Drizzle, tags: Dogma, Hoax, Kalama Sutta, Saddha
URL pendek:
http://dhct.ws/a469
http://dhct.ws/a469
Saddha Vs Dogma
Willy Yanto Wijaya
Beberapa waktu yang lalu, kita sempat dihebohkan oleh rumor “ring in red”, yaitu nomor panggilan handphone yang berwarna merah. SMS-SMS berantai pun dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Nusantara, ada yang mengatakan bahwa nomor merah itu adalah praktek guna-guna/ ilmu hitam yang dapat membunuh orang dalam sekejap; atau versi lain SMS adalah bahwa nomor merah itu adalah transfer radiasi kuat yang dapat membahayakan kesehatan/ membunuh orang (mungkin versi ini dibikin supaya terkesan lebih masuk akal dan ilmiah – untuk mempengaruhi orang-orang yang lebih berpendidikan).
Entah siapa orang pertama yang mengirim SMS tersebut. Tapi, dari fenomena ini kita dapat melihat bagaimana pola pikir sebagian besar penduduk Indonesia yang takhyul (suka mempercayai hal-hal yang aneh/ belum tentu benar) dan mudah termakan rumor/isu/gosip. Ketika menerima SMS berantai tersebut, penulis sempat berkelakar bahwa akan ajaib sekali jika penulis bisa menerima “ring in red” tersebut, sebab layar handphone penulis adalah hitam-putih. Bagaimana mungkin bisa tiba-tiba layar handphone memendarkan warna merah? Itu adalah pelanggaran terhadap hukum fisika!
Bagi penulis, versi bahwa “ring in red” adalah praktek guna-guna/ilmu hitam kuranglah dapat diterima, karena tidak logis/ ilmiah. Kalaupun memang “ilmu hitam”, menurut Buddhisme tidaklah perlu ditakutkan apabila kita melatih sila, dan apalagi samadhi yang benar. Untuk versi bahwa “ring in red” adalah radiasi kuat yang dapat membunuh dalam sekejap, memang sepintas terdengar masuk akal. Namun teknologi radiasi dan transfer energi saat ini belum sejauh itu. Bahkan sepengetahuan penulis, teknologi transfer energi (contoh: men-charge handphone secara wireless (nirkabel)) saja pun masih baru dalam tahap riset (penelitian). Memang, radiasi handphone sebenarnya tidak baik untuk kesehatan, namun efek membunuh jangka pendek seperti itu (untuk saat ini) tidaklah realistis.
Bagi penulis, versi bahwa “ring in red” adalah praktek guna-guna/ilmu hitam kuranglah dapat diterima, karena tidak logis/ ilmiah. Kalaupun memang “ilmu hitam”, menurut Buddhisme tidaklah perlu ditakutkan apabila kita melatih sila, dan apalagi samadhi yang benar. Untuk versi bahwa “ring in red” adalah radiasi kuat yang dapat membunuh dalam sekejap, memang sepintas terdengar masuk akal. Namun teknologi radiasi dan transfer energi saat ini belum sejauh itu. Bahkan sepengetahuan penulis, teknologi transfer energi (contoh: men-charge handphone secara wireless (nirkabel)) saja pun masih baru dalam tahap riset (penelitian). Memang, radiasi handphone sebenarnya tidak baik untuk kesehatan, namun efek membunuh jangka pendek seperti itu (untuk saat ini) tidaklah realistis.
“Ring in Red” hanyalah salah satu hoax (kepalsuan) diantara banyaknya hoax yang beredar (terutama di internet). Kadang batas antara kebenaran dan kepalsuan memang sangat tipis. Istilahnya, kalau suatu kebohongan/kepalsuan terus diulang sampai 1000 kali, mungkin ia akan menjadi “kebenaran”.
Lalu, bagaimana kita bisa membedakan antara kepalsuan dengan kebenaran? Apakah kita boleh memiliki keyakinan terhadap suatu hal (terhadap sesuatu yang kita anggap “benar”)? Dalam ajaran Buddha, keyakinan (saddha) mestilah dilandaskan pada Ehipassiko (come and see – datang dan lihatlah (buktikan)). “See” disini selain berarti “melihat”, juga bermakna “mengerti”, “memahami” (dengan cara membuktikan). Ajaran Buddha tidak pernah mendorong kita untuk menerima “dogma” (suatu hal atau “kebenaran” yang mutlak harus diterima, tanpa boleh dipertanyakan/dilakukan pembuktian). Oleh sebab itu, ketika kita disodorkan pada suatu informasi/“kebenaran”, kita mesti mengujinya terlebih dulu.
Lalu bagaimana kita menguji suatu “kebenaran”? Dengan kata lain, bagaimana kita membedakan antara yang benar dengan yang tidak-benar? Menurut hemat penulis, ada dua aspek yang mesti selalu dijadikan pertimbangan ketika kita menguji suatu hal atau “kebenaran”. Aspek pertama adalah Aspek Pengetahuan. Aspek Pengetahuan yaitu landasan kita untuk menalar suatu “kebenaran” berdasarkan logika, akal sehat, dan sains. Penalaran ini dapat mencakup pembelajaran/ observasi kita terhadap lingkungan di sekeliling kita, pembelajaran kita terhadap pengalaman-pengalaman yang pernah kita alami. Dengan menggunakan Aspek Pengetahuan ini saja, kita bakal mampu mem-filter (menyaring) hampir sebagian besar kepalsuan-kepalsuan yang ada, termasuk rumor “ring in red” yang sempat beredar di masyarakat. Memang, untuk memiliki akal sehat, logika, dan cara pikir ilmiah (berdasarkan sains), tentu dibutuhkan pembelajaran. Walaupun tidak mudah, namun buah dari pembelajaran ini adalah manis.
Apa aspek yang kedua? Menurut penulis, aspek kedua adalah Aspek Kebajikan. Aspek Kebajikan yaitu landasan kita untuk menyelami suatu hal/ “kebenaran” berdasarkan apakah ia membawa kebaikan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, juga makhluk lainnya. Kebaikan disini maksudnya adalah apakah jika suatu hal/“kebenaran” tersebut kita terima, yakini, dan laksanakan; akan membawakan kebahagiaan kepada kita dan yang lainnya? Ataukah justru ia membawakan ketidak-bahagiaan dan penderitaan? Inilah aspek kedua kita untuk menguji suatu “kebenaran”, yaitu Aspek Kebajikan. (Aspek ini selaras dengan ajaran Buddha di dalam Kalama Sutta).
Dengan begitu, “kebenaran” yang kita yakini, saddha kita, akan memiliki landasan “samma-ditthi” (pandangan yang benar), bukan sesuatu keyakinan yang dogmatis.
Lalu, bagaimana jika kita masih belum bisa yakin terhadap sesuatu hal walaupun sepertinya sesuatu hal tersebut telah memenuhi kedua aspek di atas? Just let it be! Dalam bahasa Jepang disebut “Sono mama shite kudasai”, biarkanlah apa adanya. Just keep it, simpan saja. Kita tidak perlu memutuskan apakah untuk mempercayainya atau tidak pada saat itu. Cukup kita simpan untuk sementara, tanpa memberinya label “benar” atau “salah”. Mungkin seiring waktu, seiring perkembangan kita, suatu saat kita akan dapat men-sense-nya, merasakannya secara langsung, dan melihat kebenaran maupun ketidak-benaran yang terkandung di dalamnya sebagaimana adanya.
Sama seperti ibarat seseorang menunjukkan kepalan tangannya dan bertanya apakah kita mempercayai/meyakini bahwa ada mutiara di dalam kepalan tangan tersebut? Kita menjadi ragu, kita terombang-ambing antara percaya atau tidak percaya, antara yakin atau tidak yakin. Mengapa? Karena kita tidak tahu, tidak tahu apakah ada mutiara di dalam kepalan tangannya. Karena tidak tahu, maka kita menjadi dilematis antara percaya atau tidak percaya, antara yakin atau tidak yakin. Namun, seketika ia membuka kepalan tangannya, dan kita melihat kenyataan yang ada apa adanya, segenap masalah percaya atau tidak percaya, yakin atau tidak yakin, yang tadi menghantui kita, seketika menjadi sirna.
Artikel ini pernah dimuat di Warta Karuna Mukti (WKM)
Edisi Asadha 2008.
Edisi Asadha 2008.
Labels:
dhammacitta.org
BERBUAT JASA - THAM BUN
Pelimpahan Jasa Pada Saat Perayaan
Diposting oleh artikel pada Wenny, tags: Pelimpahan Jasa
URL pendek:
http://dhct.ws/a664
http://dhct.ws/a664
Pelimpahan Jasa Pada Saat Perayaan
Wenny
Pelimpahan jasa bertujuan untuk melimpahkan jasa perbuatan baik kita kepada sanak saudara kita, orang tua atau kepada mahkluk yang telah meninggal, baik yang kita kenal dikehidupan ini maupun di kehidupan kita sebelumnya. Pelimpahan Jasa tidak berarti jasa kebaikan yang kita perbuat itu diberikan kepada mahkluk yang telah meninggal melainkan kita limpahkan kepada meraka karena Jasa yang kita limpahkan tidak akan berkurang atau habis. Ibarat membagi api dari lilin yang menyala ke lilin yang masih belum menyala. Api tidak akan habis dan cahaya yang ditimbulkan tidak akan makin redup, tetapi makin bersinar karena makin banyak lilin yang menyala. Dan kita tidak perlu kuatir pelimpahan jasa kita tidak ada yang menerima, karena kita telah mengalami tumimbal lahir yang tak terhitung banyaknya sehingga pasti ada sanak saudara yang sedang berharap dapat menerima jasa tersebut. Walaupun mungkin kita sendiri sudah tidak ingat lagi siapa mereka adanya. Demikian juga dengan para makhluk yang lebih tinggi dari kita (Baca : Para dewa) apabila hadir pada saat pelimpahan jasa juga dapat turut mengabarkan sehingga pelimpahan jasa yang telah diperbuat dapat diterima oleh lebih banyak makhluk.
Manusia sebagai mahkluk sosial tentu banyak yang biasa kita lakukan dalam bersosialisasi seperti mengadakan acara pesta perkawinan, pesta ulang tahun , pesta makan sebelum hari raya imlek atau malam tahun baru ataupun pesta lainnya dimana banyak sanak famili berkumpul untuk merayakan.
Tetapi saat kita bersenang – senang, bergembira bersama, bersantap makan bersama, sering kali kita lupa pada sanak saudara yang telah meninggal atau di alam penderitaan. Bukankah mereka juga hadir pada saat kita mengadakan perayaan tersebut??
Walau tidak tampak bukan berarti mereka tidak ada. Mereka datang dengan harapan kita bisa membagi jasa kebajikan yang telah kita lakukan kepada mereka karena hanya dengan cara melakukan pelimpahan jasa kita dapat menolong atau bahkan membebaskan mereka dari alam penderitaan. Bagi mereka yang terlahir di alam penderitaan adalah sulit untuk melakukan karma baik atau hampir tidak mungkin. Sehingga sulit sekali untuk membebaskan diri dari alam penderitaan.
Jadi alangkah baiknya kita bisa membacakan parita pelimpahan jasa ditujukan kepada mereka. walaupun tidak hafal paritanya bisa kita lakukan dengan berkehendak sambil membaca bait berikut :
Idam no natinam hotu, sukhita hontu natayo (3x)
semoga timbunan jasa ini melimpah kepada sanak saudara saya/kami.
Semoga sanak saudara berbahagia.(3x)
semoga timbunan jasa ini melimpah kepada sanak saudara saya/kami.
Semoga sanak saudara berbahagia.(3x)
Lebih baik lagi jika dapat membaca ettavatta secara lengkap.
Melimpahkan jasa sebaiknya menjadi kebiasaan dan kita tidak seharusnya merasa aneh, justru kita bisa menolong mahkluk menderita untuk mendapatkan jasa dari kebajikan kita. Dan pelimpahan jasa ini tidak memakan waktu yang lama. Jadi tidak akan rugi untuk dilakukan malah akan manambah jasa kebajikan.
Seperti pada waktu jaman sang Buddha belum Parinibbana, Raja Bimbisara setelah melakukan dana yang besar bagi sang Buddha dan pada malam harinya Raja Bimbisara mendengar suara jeritan yang sangat menakutkan sehingga ia merasa ketakutan dan tidak dapat tidur, keesokan harinya ia menanyakan hal tersebut kepada sang Buddha dan dijelaskan bahwa jeritan tersebut tak lain adalah sanak saudara raja yang telah meninggal menunggu raja untuk melimpahkan jasa kebajikan tersebut kepada mereka tetapi raja tidak melakukannya. Sehingga raja melakukan dana yang besar lagi kepada sang Buddha dan setelah itu melakukan pelimpahan jasa, setelah itu banyak sanak saudara raja yang terbebas dari alam menderita. Mungkin pada jaman sekarang yang sudah modern kita tidak lagi mendengar jeritan tersebut, tapi apakah kita harus menunggu mendengar suara jeritan tersebut, atau harus menunggu sampai sanak saudara kita menampakkan dirinya baru melakukan pelimpahan jasa?
Mengapa kita perlu melakukan pelimpahan jasa pada saat pesta perayaan?
- Banyak manusia yang berkumpul. Setiap manusia banyak atau sedikit pasti pernah melakukan tindakan kebajikan, seperti berdana, membaca atau menyebarkan dhamma dll.
- Setiap manusia yang berkumpul pasti mempunyai sanak saudara. Baik dikehidupan ini maupun dikehidupan yang lampau.
- Makin banyak yang melimpahkan jasa berarti makin banyak mahkluk yang menerima.
tetapi yang disayangkan saat pesta atau perayaan ini banyak yang larut dalam kegembiraannya sehingga lupa untuk melimpahkan jasa kebajikan kepada sanak saudara yang telah meninggal. Padahal mereka berkumpul di sudut – sudut ruangan, halaman depan dan sekitar kita. Memang pelimpahan jasa sering dilakukan pada saat kebaktian atau pada saat ada perayaan buddhis, atau saat berdana pada anggota Sangha, tetapi ada baiknya jika saat kita berpesta, bergembira dan berkumpul bersama dapat menambahkan kebiasaan melakukan pelimpahan jasa.
Saya menulis artikel ini dari pengalaman pribadi. Saya sering mengambil foto menggunakan kamera digital, hasil foto saya pada saat ada perayaan seperti pesta perkawinan atau acara perayaan berkumpulnya teman dan keluarga selalu timbul noda seperti jamur berbentuk bulat, tetapi kalau mengambil foto pada saat jalan- jalan atau sekedar memotret saja tidak ada noda tersebut. Jadi saya mengambil kesimpulan bahwa itu adalah bentuk dari mahkluk yang berkumpul menanti untuk diberikan pelimpahan jasa. Ini adalah kesimpulan saya.
Gambar diatas pada saat pesta perkawinan terdapat banyak bulatan bulatan seperti jamur di udara,
Jadi harapan saya teman-teman se-dhamma bisa mengembangkan kebiasaan pelimpahan jasa ini demi kebahagiaan semua mahkluk.
Jadi harapan saya teman-teman se-dhamma bisa mengembangkan kebiasaan pelimpahan jasa ini demi kebahagiaan semua mahkluk.
Artikel ini adalah buah pikir dari penulis pribadi bila ada penulisan yang kurang sesuai atau tidak tepat. Mohon dibenarkan.
Namo buddhaya
Labels:
dhammacitta.org
SELAMAT HARI JADI - DARI SUDUT BUDDHIS
Makna "Happy Birthday"
Diposting oleh artikel pada Tjahyono Wijaya, tags: Orang tua, Pelimpahan Jasa, Ulang Tahun
URL pendek:
http://dhct.ws/a374
http://dhct.ws/a374
Makna “Happy Birthday”
Tjahyono Wijaya
Tjahyono Wijaya
Dalam masyarakat negara kita, perayaan hari kelahiran (ultah) bagi anak-anak Sekolah Dasar ke bawah umumnya diadakan di Mc D, Kentucky ataupun di sekolah bersama dengan orang tua dan teman-teman sekelasnya. Tetapi semakin beranjak dewasa, semakin mengecil partisipasi orang tua dalam perayaan ultah para putra-putri mereka. Bahkan mungkin tak sedikit putra-putri remaja ataupun dewasa yang merasa merayakan ultah bersama orang tua sudah tak sesuai dengan perkembangan jaman. Inilah fenomena dalam masyarakat kita yang berpandangan bahwa ultah adalah hari kebahagiaan bagi yang merayakannya, tak ada hubungan sedikitpun dengan orang tua.
Dalam buku “Zuo Ren Yu Zuo Shi” karya Lu Qin, Tiongkok, dikatakan bahwa orang Jepang menyebut ultah sebagai “Hari Penderitaan Ibu”. Di hari ultahnya, anak memberi hormat dan mengundang ibu mereka untuk makan bersama. Lebih dari itu, menurut hasil survey, setiap mahasiswa Jepang mengetahui tanggal kelahiran ayah dan ibu mereka.
Sedang di Tiongkok, sejak jaman dahulu telah mengenal ultah sebagai “Hari Penderitaan Ibu dan Kecemasan Ayah”. Hari kelahiran anak merupakan puncak penderitaan bagi ibu selama menjalani proses kelahiran dan kecemasan bagi ayah yang menunggu kelahiran.
Adakah pandangan serupa dalam Buddhisme? ‘Fo Shuo Fu Mu En Zhong Nan Bao Jing (Sutra Sang Buddha Membabarkan Budi Kebaikan Orang Tua yang Dalam dan Sulit Terbalaskan, di Indonesia diterjemahkan juga sebagai Sutra Bakti Seorang Anak)’ telah menjelaskannya secara gamblang. Dalam Sutra yang diterjemahkan oleh Kumarajiva dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin ini, dijelaskan betapa besarnya penderitaan dan kasih sayang orang tua, khususnya ibu, terhadap putera-puterinya. Berikut adalah sedikit kutipan dari Sutra tersebut.
[… Pada bulan pertama kehamilan, hidup janin tidaklah menentu seperti embun yang menempel pada rumput, pagi hari terbentuk, tetapi akan menguap pada tengah hari.Sebuah Sutra yang luar biasa. Pelukisan proses kehamilan yang menakjubkan mengingat di masa itu belum dikenal ilmu dan perangkat kedokteran yang canggih. Pun, dari kutipan Sutra di atas dapat diketahui bahwa Buddhisme sangat menekankan akan pentingnya bakti anak terhadap orang tua. Selain Sutra di atas, masih banyak lagi Sutra (Sanskrit) ataupun Sutta (Pali) yang menekankan pentingnya bakti anak terhadap orang tua.
Pada bulan kedua, janin bagaikan susu kental. Pada bulan ketiga, janin bagaikan darah yang mengental. Pada bulan keempat, janin mulai berwujud seperti manusia. Selama bulan kelima dalam kandungan, kelima anggota badan anak (kepala, dua tangan, dua kaki) mulai terbentuk. …
Kelahiran itu akan seperti sayatan seribu pisau atau seperti ribuan pedang tajam menikam jantungnya. …
Selain beratnya penderitaan dalam melahirkan anak macam itu, masih ada 10 budi kebaikan yang diperbuat oleh ibu kepada anaknya:
Pertama, budi kebaikan melindungi dan menjaga anak selama dalam kandungan;
Kedua, budi kebaikan menanggung kesakitan selama proses kelahiran anak;
Ketiga, budi kebaikan melupakan semua kesakitan setelah anak terlahir;
Keempat, budi kebaikan menelan kepahitan bagi diri sendiri dan memberi yang manis bagi anaknya;
Kelima, budi kebaikan menghindarkan anak dari tempat yang basah dan menempatkannya di tempat yang kering;
Keenam, budi kebaikan menyusui, merawat dan mendidik anak;
Ketujuh, budi kebaikan membersihkan yang kotor;
Kedelapan, budi kebaikan memikirkan anak bila bepergian jauh;
Kesembilan, budi kebaikan perhatian yang mendalam;
Kesepuluh, budi kebaikan kasih sayang yang sejati. …
Bila ada seseorang yang dalam masa bala kelaparan mempersembahkan tubuhnya sebagai makanan bagi kedua orang tuanya, meskipun tubuhnya terpotong dan hancur bagaikan menjadi butiran debu dan ini berlangsung selama ratusan ribu kalpa, masih tetap tak dapat membalas budi kebaikan kebaikan orang tua. …]
Dalam Sigalovada Suttanta (Pali Kanon, dalam Mandarin disebut sebagai Liu Fang Li Cing) dituliskan sebagai berikut:
[ … Dalam lima cara seorang anak memperlakukan orang tuanya sebagai arah timur:Demikian pula dapat kita simak kutipan mengenai bakti dari beberapa Sutra berikut:
1. merawat orang tua,
2. membantu menyelesaikan
tugas-tugas di rumah,
3. menjaga martabat keluarga,
4. memelihara warisan,
5. dengan tulus bersembahyang bagi
almarhum orang tua … ]
Sutra Kesabaran – Ren Ru Cing: “Tiada kebajikan yang lebih tinggi daripada berbakti, sedang kejahatan yang tertinggi adalah tidak berbakti.”
Mo Luo Mo Cing: “Permata yang ditumpuk tinggi dari permukaan tanah di bumi hingga mencapai 28 tingkat Alam Dewa, semua itu masih tak sebanding dengan penghormatan dan perawatan terhadap orang tua.”
Mahasannipata Sutra – Ta Ci Cing: “Saat Buddha tak muncul di dunia, perlakuan yang baik terhadap orang tua adalah seperti layaknya menghormati Buddha.”
Ekottarikagama Sutra – Ceng I A Han Cing: “Pahala kebajikan berbakti dan merawat orang tua adalah sederajat dengan pahala kebajikan Bodhisattva calon Buddha.”
Ta Ci Cing: Buddha berkata, “Bukan hanya saat ini saja memuji kebajikan berbakti, melainkan selalu memujinya selama kalpa yang tak terhingga.”
Sin Ti Kuan Cing: “Karena budi kebaikan ayah dan ibu sehingga setiap putera-puteri memperoleh kebahagiaan. Budi kebaikan ayah setinggi gunung, budi kebaikan ibu sedalam lautan.”
Sin Ti Kuan Cing: “Apa yang disebut paling kaya dan paling miskin di dunia ini? Ibu masih hidup, inilah yang disebut kaya, ibu telah meninggal, inilah yang disebut miskin; ibu masih hidup dinamakan tengah hari, ibu meninggal dinamakan matahari terbenam; ibu masih hidup dinamakan seterang rembulan, ibu meninggal dinamakan malam yang gelap. Karena itulah, kalian harus rajin berlatih diri untuk berbakti dan merawat orang tua. Orang yang demikian ini, pahala kebajikan yang diperolehnya tiada berbeda dengan pahala menghormati Buddha.”
Pu Shi Yi Kuang Cing: “Makanan dan permata belum cukup membalas budi kebaikan orang tua. Dapat mengarah-kan mereka menuju Dharma yang benar, itulah balas budi kepada kedua orang tua.”
Selain beberapa kutipan Sutra (Sutta) di atas yang menekankan pentingnya bakti, dalam syair Pelimpahan Jasa (Mahayana) juga terdapat satu kalimat yang menegaskan “membalas empat budi kebaikan besar”. Apakah gerangan empat budi kebaikan besar itu? Tak lain adalah budi orang tua (rumah tangga), makhluk hidup (masyarakat), pemimpin negara (negara), Tri Ratna (ajaran). Di sini terlihat bahwa budi kebaikan orang tua merupakan satu dari empat budi kebaikan besar.
Dari beberapa uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa Buddha Dharma sangat menekankan pentingnya bakti, maka itu sudah selayaknya kita sebagai siswa Sang Buddha meletakkan bakti sebagai landasan kehidupan kita. Sebagai anak yang berbakti, kita harus mengerti (Zhi En) dan berterima kasih (Gan En) serta berusaha membalas budi kebaikan orang tua (Bao En). Bagaimanakah bentuk balas budi itu? Sejak kecil kita telah diajarkan banyak mengenai bakti, kali ini kita coba membahasnya dalam sudut pandang yang berbeda yang berkaitan dengan hari kelahiran.
Ingat hari kelahiran orang tua.
Ingatlah hari kelahiran orang tua dan berikan ucapan “Happy Birthday” pada mereka di hari super special itu. Lewati hari spesial itu bersama-sama orang tua. Bila kondisi tak memungkinkan untuk bertemu, setidaknya sampaikan ucapan happy birthday melalui media telepon.
Perenungan di hari ulang tahun kita.
Lewati hari spesial diri kita sendiri bersama dengan orang tua. Renungkan penderitaan ibu sewaktu mengandung dan melahirkan kita, serta kasih sayang dan perjuangan orang tua dalam membesarkan kita. Gunakan pula telepon untuk menyampaikan rasa terima kasih kita pada orang tua bila kondisi tak memungkinkan untuk bersama-sama pada hari itu.
Momen kebahagiaan orang tua.
Selain merupakan hari penderitaan dan kecemasan orang tua, ultah kita juga merupakan “Hari Kebahagiaan” bagi orang tua. Kelahiran kita adalah kebahagiaan orang tua, karena itu, tidakkah kita harus berupaya agar orang tua menjadi semakin berbahagia? Mari kita jadikan ultah sebagai momen yang membahagiakan orang tua.
Berbuat kebajikan.
Ultah orang tua dan kita sendiri seyogianya diisi dengan berbuat kebajikan, seperti: berdana bagi mereka yang membutuhkan, tak menyakiti makhluk lain, menunjang pengembangan Dharma dan kegiatan kebajikan semacamnya.Seperti yang tercantum dalam Dhammapada :
Jangan berbuat jahatInilah ajaran yang merupakan dasar dari semua kebahagiaan sejati. Kenapa kita tidak mengisi ultah dengan menanam benih kebahagiaan melaksanakan ajaran mulia para Buddha?
Lakukan kebajikan
Sucikan hati dan pikiran
Inilah ajaran para Buddha
Mendorong, membiasakan serta mengukuhkan orang tua di dalam keyakinan, moralitas, kedermawanan dan kebijaksanaan.
Untuk jelasnya, mari kita simak Anguttara Nikaya (II, iv,2) seperti berikut di bawah ini.
[ ..... Membalas Budi Orang Tua
Kunyatakan, O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Apakah yang dua itu? Ibu dan ayah.
Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana – bahkan perbuatan itupun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat orang tuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orang tua berbuat banyak untuk anak mereka: mereka membesarkannya, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini.
Tetapi, O para bhikkhu, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan; yang mendorong orang tuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam moralitas; yang mendorong orang tuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kedermawanan; yang mendorong orang tuanya yang tadinya bodoh batinnya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kebijaksanaan – orang seperti itu, O para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya: dia telah membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan. ]Pelimpahan jasa
Lima poin di atas merupakan bentuk balas budi yang kita lakukan semasa orang tua masih hidup, bagaimana pula kita harus membalas budi orang tua yang sudah meninggal? Pada peringatan hari ultah almarhum orang tua dan ultah kita, lakukan perenungan akan budi kebaikan yang tak terhingga dari orang tua pada kita, dengan menjaga perbuatan kita agar tidak berbuat jahat, mengembangkan kebajikan, menyucikan pikiran serta melakukan pelimpahan jasa bagi almarhum orang tua tercinta.
Memang benar, bakti adalah suatu hal mulia yang harus diamalkan dan dilaksanakan setiap saat, bukan hanya berlaku khusus pada hari ultah kita saja. Tetapi, tak sedikit dari kita yang acap kali lupa akan hal satu ini. Maka dari itu, ultah adalah satu momen tepat sebagai pengingat bagi kita akan pentingnya pengamalan BAKTI.
Sekarang, tahukah kita akan makna ultah yang sesungguhnya?
Adakah orang-orang di sekitar kita juga memahami makna ultah ini?
Dan, sudahkah kita bertekad untuk memberitahukan makna ultah ini pada setiap orang?
. . . . Terima kasih Mama …
. . . . Terima kasih Papa …
Majalah Sinar Dharma edisi 05 : Waisak 2548 BE / 2004
Labels:
dhammacitta.org
Thursday, June 30, 2011
TANYA JAWAB YG BAIK TENTANG BUDDHISME
Good Question Good Answer
Bhikkhu Shravasti Dhammika
© 2010-2011
Pertama kali ditulis pada tahun 1987 dan sekarang diterjemahkan lebih dari 14 Bahasa. "Pertanyaan Baik Jawaban baik" memberikan jawaban yang jelas, dengan pertimbangan dan cemerlang kepada lebih dari 130 pertanyaan yang seringkali ditanyakan tentang Buddhisme. Seiring waktu Bhante Dhammika mendapatkan pertanyaan juga akan terus ditambahkan dan karena itu akan sedikit berbeda dengan yang sudah tercetak.
Daftar isi |
Prakata untuk Edisi Revisi Ke-Empat
Sekitar 18 tahun yang lalu sekelompok siswa Buddhis dari Universitas Singapore datang menemui saya mengeluh bahwa mereka seringkali mendapatkan kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang buddhisme yang diberikan pada mereka. Saya meminta mereka untuk memberikan contoh pertanyaan-pertanyaan tersebut dan ketika sudah saya terima, saya terkejut bahwa umat Buddhis muda, cerdas dan terpelajar hanya mengetahui sedikit tentang agamanya dan ragu dalam menjelaskan tentang agamanya pada orang lain. Saya mencatat banyak pertanyaan, menambahkan beberapa yang sering ditanyakan kepada saya dan jadilah "Pertanyaan Baik Jawaban Baik". Yang sebenarnya ditujukan untuk orang Singapura, mengejutkan dan memberikan rasa puas juga, telah menyebar kepada pembaca internasional. Lebih dari 150,000 buku edisi bahasa Inggris telah dicetak dan telah dicetak kembali berulangkali di Amerika, Malaysia, India, Thailand dan Sri Lanka. Dan juga telah diterjemahkan ke 14 bahasa, yang terakhir Bahasa Indonesia dan Spanyol. Dalam edisi ke-empat yang telah diperbaharui dan diperbesar saya telah menambahkan beberapa pertanyaan dan memberikan, saya harap, jawaban-jawaban yang baik atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya juga telah menambahkan sebuah bab yang berisi beberapa peribahasa oleh Sang Buddha. Semoga buku kecil ini akan terus merangsang ketertarikan pada Dhamma Sang Buddha.
Apakah itu Buddhisme?
Apakah itu Buddhisme?
Nama Buddhisme itu berasal dari kata budhi yang berarti 'bangun' dan karena itu Buddhisme bisa dikatakan adalah filosofi pencerahan. Filosofi ini berasal dari pengalaman Siddhatta Gotama, yang kenal sebagai Sang Buddha, yang tercerahkan pada usia 35 tahun. Buddhisme sekarang sudah lebih dari 2500 tahun dan memiliki pengikut sekitar 300 juta diseluruh dunia. Sampai sekitar seratus tahun yang lalu sebelumnya Buddhisme merupakan terutama merupakan filosofi Asia kemudian mulai berkembang di Eropa, Australia dan Amerika.
Jadi Buddhisme hanya sebuah filosofi?
Kata filosofi berasal dari dua kata philo, yang berarti 'cinta', dan sophia yang berarti 'kebijaksanaan'. Jadi filosofi adalah cinta dari kebijaksanaan atau cinta dan kebijaksanaan, arti keduanya menjelaskan Buddhisme dengan sangat sempurna. Buddhisme mengajarkan bahwa kita harus mencoba untuk mengembangkan kemampuan intelektual kita semaksimal mungkin agar kita dapat mengerti dengan jelas. Buddhisme juga mengajarkan kita untuk mengembangkan cinta kasih dan kebaikan agar kita dapat seperti seorang teman sejati bagi semua mahluk. Jadi Buddhisme adalah sebuah filosofi tetapi bukan hanya sebuah filosofi biasa. Buddhisme adalah filofofi tertinggi.
Siapakah Sang Buddha?
Pada tahun 563 SM seorang bayi terlahir disebuah keluarga kerajaan di India utara. Beliau dibesarkan dalam kekayaan dan kemewahan tetapi pada akhirnya mendapatkan bahwa kenyamanan dan keamanan duniawi tidak menjamin kebahagiaan. Beliau sangat tergerak oleh penderitaan yang beliau lihat disekitar dan bertekad untuk mendapatkan kunci kebahagiaan manusia. Ketika beliau 29 tahun beliau meninggalkan istri dan anaknya dan pergi untuk duduk di kaki para guru-guru religius besar pada saat itu dan belajar dari mereka. Mereka mengajarkan beliau banyak tetapi tidak ada yang sesungguhnya mengetahui penyebab penderitaan manusia dan cara untuk mengatasinya. Akhirnya, setelah enam tahun mempelajari, berusaha dan meditasi beliau akhirnya mendapatkan sebuah pengalaman dimana semua ketidaktahuan lenyap dan beliau sekejab mengerti. Sejak hari itu beliau disebut Sang Buddha, Yang Tercerahkan. Dalam 45 tahun setelah itu beliau mengelilingi seluruh India utara untuk mengajarkan apa yang telah ditemukannya. Belas kasih dan kesabarannya legendaris dan beliau memiliki ribuan pengikut. Pada usianya yang ke 80 tahun, dalam keadaan tua dan sakit, tetapi tetap berwibawa dan damai, beliau akhirnya meninggal.
Bukankah sangat tidak bertanggung jawab Sang Buddha meninggalkan istri dan anaknya?
Hal itu bukan hal yang mudah bagi Sang Buddha untuk meninggalkan keluargannya. Beliau pasti cemas dan gelisah yang sangat lama sebelum akhirnya pergi. Tetapi beliau mempunya sebuah pilihan, mendedikasikan dirinya untuk keluarga atau mendedikasikan dirinya untuk dunia. Pada akhirnya, belas kasih beliau yang besar membuat beliau mendedikasikan dirinya untuk seluruh dunia dan seluruh dunia sekarang masih merasakan manfaat dari pengorbanannya. Ini bukan tidak bertanggung jawab. Tetapi mungkin adalah pengorbanan yang paling besar yang pernah dilakukan.
Jika Sang Buddha sudah meninggal dunia bagaimanakan beliau dapat menolong kita?
Faraday yang menemukan listrik sudah meninggal dunia, tetapi apa yang ditemukannya masih menolong kita. Luis Pasteur yang menemukan banyak obat penyakit juga sudah meninggal dunia, tetapi penemuan medisnya masih menyelamatkan jiwa. Leonardo da Vinci yang menciptakan maha karya seni sudah meninggal dunia, tetapi apa yang telah diciptakannya masih dapat menyenangkan hati dan memberikan kebahagian. Pahlawan-pahlawan besar walaupun sudah meninggal dunia selama berabad-abad tetapi ketika kita membaca jasa-jasa mereka dan pencapaiannya kita masih dapat terinspirasi untuk bertindak seperti mereka. Ya, Sang Buddha telah meninggal dunia tetapi 2,500 tahun kemudian ajarannya masih tetapi menolong orang-orang, contohnya tetap menginspirasi orang-orang, kata-katanya masih tetap merubah hidup orang-orang. Hanya seorang Buddha yang dapat memiliki kekuatan seperti itu berabad-abad setelah wafatnya.
Apakah Sang Buddha adalah tuhan?
Bukan. Beliau tidak mengaku bahwa beliau adalah tuhan, anak tuhan atau bahkan utusan tuhan. Beliau adalah seorang manusia yang menyempurnakan dirinya dan mengajarkan bahwa jika kita mengikuti contohnya kita dapat menyempurnakan diri kita juga.
Jika Sang Buddha bukan tuhan mengapa orang-orang memujanya?
Ada beberapa tipe pemujaan. Ketika seseorang menyembah tuhan, mereka memujinya, memberikan persembahan dan meminta keinginannya, meyakini bahwa tuhan akan mendengar pujian mereka, menerima persebahan mereka dan menjawab doa-doa mereka. Seorang Buddhis tidak melakukan pemujaan seperti ini. Pemujaan jenis lainnya adakah ketika kita menunjukkan rasa hormat pada seseorang atau pada sesuatu yang kita kagumi. Ketika seorang guru berjalan memasuki sebuah ruangan kita berdiri, ketika kita bertemu orang terhormat kita berjabat tangan, ketika lagu kebangsaan dimainkan kita bersikap hormat. Semua ini adalah sikap hormat dan pemujaan dan menandakan rasa kagum kita untuk orang atau benda tertentu. Ini adalah tipe pemujaan yang dilakukan Buddhis. Sebuah patung Buddha dengan tangannya yang diletakkan dengan lembut dipangkuannya dan dengan senyum yang penuh belas kasih mengingatkan kita untuk berusaha untuk mengembangkan kedamaian dan cinta kasih didalam diri kita. Wewangian dupa mengingatkan kita pada pengaruh kebajikan yang menyebar, lilin mengingatkan kita pada cahaya pengetahuan dan bunga, yang segera layu dan mati, mengingatkan kita pada ketidakkekalan. Ketika membungkukkan tubuh kita menunjukkan rasa terima kasih kita pada Sang Buddha untuk apa yang telah diberikan oleh ajarannya. Ini adalah arti dari pemujaan Buddhis.
Tetapi saya mendengar bahwa orang-orang berkata bahwa Buddhis memuja berhala.
Pernyataan demikian hanya menunjukkan kesalahpahaman orang yang mengatakannya. Kamus mendefiniskan berhala sebagai 'sebuah gambaran atau patung yang disembah sebagai tuhan.' Seperti yang sudah kita ketahui, Buddhis tidak mempercayai Buddha sebagai tuhan, lalu bagaimana mungkin mereka dapat mempercayai sepotong kayu atau logam adalah tuhan? Semua agama menggunakan simbol untuk mewakili berbagai keyakinan mereka. Dalam Taoisme, diagram yin-yang digunakan sebagai simbol harmoni diantara yang saling berlawanan. Dalam Sikhisme, pedang digunakan sebagai lambang perjuangan spiritual. Dalam Kristiani, ikan digunakan sebagai lambang keberadaan Kristus dan salib untuk mewakili pengorbanannya. Dalam Buddhisme, patung Buddha mengingatkan kita dimensi manusia dalam ajaran Buddhis, fakta bahwa Buddhisme adalah ajaran tentang manusia bukan tentang tuhan, dimana kita harus melihat kedalam, bukan keluar untuk mencari kesempurnaan dan pengertian. Karena itu, mengatakan bahwa Buddhis menyembah berhala adalah sama seperti mengatakan Kristiani menyembah ikan atau bentuk geometris.
Mengapa orang-orang melakukan segala hal yang aneh-aneh di Vihara?
Banyak hal yang terlihat aneh ketika kita tidak mengerti. Daripada kita mengatahan hal-hal itu aneh, kita lebih baik mencoba mencari tahu maknanya. Akan tetapi, benar bahwa beberapa hal dilakukan Buddhis berasal dari tahayul populer dan salah mengerti akan ajaran Sang Buddha. Dan kesalahmengertian ini tidak hanya ditemukan dalam Buddhisme saja tetapi ada dalam semua agama dari waktu ke waktu. Sang Buddha mengajarkan kita dengan jelas dan mendetail dan jika beberapa orang gagal untuk mengerti sepenuhnya, dia tidak dapat disalahkan karena itu. Ada sebuah kalimat dari teks Buddhis:
'Jika seseorang menderita karena sebuah penyakit tidak mencari pengobatan bahkan ketika ada seorang dokter disana, itu bukan salah dari si dokter. Demikian juga, jika seseorang tertekan dan tersiksa oleh penyakit karena kekotoran batin tetapi tidak mencari bantuan dari Sang Buddha, ini bukan salah Sang Buddha' - Jn. 28-9
Tidak seharusnya Buddhisme atau agama apapun dihakimi oleh mereka yang tidak mempraktekkannya dengan baik. Jika anda ingin mengetahui ajaran Buddhisme, pelajarilah kata-kata Sang Buddha atau berbicaralah pada mereka yang mengerti dengan baik.
Adakah "Natal" Buddhis?
Sesuai tradisi, Pangeran Siddhatta terlahir, menjadi seorang Buddha dan wafat pada bulan purnama di bulan Vesakha, bulan kedua pada penanggalan India yang merupakan bulan April-Mei pada penanggalan barat. Pada hari itu semua Buddhis disemua tempat merayakan kejadian-kejadian tersebut dengan mengunjungi vihara, turut dalam berbagai upacara atau mungkin menghabiskan harinya dengan bermeditasi.
Jika Buddhisme itu sangat baik mengapa beberapa negara Buddhis itu miskin?
Jika miskin yang dimaksud adalah miskin secara ekonomi, maka hal itu benar bahwa beberapa negara Buddhis itu miskin. Tetapi jika miskin yang dimaksud adalah miskin secara kualitas hidup, maka mungkin beberapa negara Buddhis sangat kaya. Amerika sebagai contohnya, adalah sebuah negara yang secara ekonomi kaya dan kuat tetapi kejahatannya salah satu yang tertinggi didunia, jutaan orang lanjut usia diterlantarkan oleh anak-anaknya dan meninggal kesepian di rumah jompo, kekerasan domestik, eksploitasi anak, kecanduan obat-obatan adalah masalah besar dan satu dari tiga pernikahan berakhir dengan perceraian. Kaya dalam pengertian uang tetapi mungkin miskin dalam pengertian kualitas hidup. Sekarang jika anda melihat pada beberapa negara Buddhis tradisional anda akan menemukan situasi yang sangat berbeda. Orang tua dihargai dan dihormati oleh anak-anaknya, tingkat kejahatan relatif rendah, perceraian dan bunuh diri jarang dan nilai-nilai tradisional seperti kelembutan, kemurahan hati, ramah tamah pada orang asing, toleransi dan menghormati orang lain masih kuat. Secara ekonomi masih tertinggal tetapi mungkin kualitas hidup yang lebih tinggi dibanding negara seperti Amerika. Akan tetapi, bahkan jika kita menilai negara-negara Buddhis hanya secara ekonomik saja, salah satu negara yang kaya dan paling dinamis ekonominya didunia sekarang adalah Jepang dimana persentase besarnya menyebut dirinya adalah Buddhis.
Mengapa anda tidak sering mendengar kegiatan-kegiatan sosial dilakukan oleh Buddhis?
Mungkin karena Buddhis tidak merasa untuk menyombongkan perbuatan baik yang mereka lakukan. Beberapa tahun yang lalu pemimpin Buddhis Jepang Nikkho Nirwano menerima Templeton Prize untuk usahanya dalam mempromosikan keharmonisan antar agama. Demikian juga seorang bhikkhu Thai belakangan ini mendapatkan penghargaan bergengsi Magsaysay Prize untuk usahanya yang luar biasa bagi para pecandu obat-obatan. Pada tahun 1987 bhikkhu Thai lainnya, Kantayapiwat diberikan penghargaan Norwegian Children's Peace untuk karyanya yang bertahun-tahun menolong anak-anak yang tidak memiliki rumah di daerah perdesaan. Dan bagaimana dengan kerja sosial berskala besar yang telah dilakukan bagi para orang miskin di India oleh Western Buddhist Order? Mereka membangun sekolah, pusat perawatan anak, klinik dan industri skala kecil untuk pemenuhan-sendiri. Buddhis melihat bahwa membantu orang lain sebagai sebuah ekspresi praktek religius sama seperti agama-agama lainnya tetapi mereka percaya bahwa hal itu seharusnya dilakukan dengan diam-diam dan tanpa mempromosikan diri.
Mengapa sangat banyak tipe Buddhisme?
Ada banyak tipe gula - gula coklat, gula putih, gula batu, sirup dan gula kue tetapi semua kue itu memiliki rasa manis. Gula-gula tersebut diproduksi dalam bentuk berbeda tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara. Buddhisme juga demikian: ada Buddhisme Theravada, Buddhisme Zen, Buddhisme Tanah Suci, Buddhisme Yogacara dan Buddhisme Vajrayana tetapi semua adalah ajaran-ajaran Sang Buddha dan semua miliki rasa yang sama - rasa pembebasan. Buddhisme telah berevolusi menjadi bentuk-bentuk berbeda agar dapat sesuai dengan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda dimana Buddhisme berada. Sekarang telah diintepretasi ulang selama berabad-abad agar tetap sesuai dengan generasi baru. Dari luar, tipe-tipe Buddhisme mungkin terlihat sangat berbeda tetapi ditengah masing-masing adalah Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Semua agama utama, termasuk Buddhisme, memiliki pecahan menjadi aliran-aliran dan sekte-sekte. Mungkin perbedaan antara Buddhisme dan agama-agama lainnya adalah perbedaan antar aliran-aliran itu selalu sangat bertoleransi dan bersahabat sesamanya.
Anda tentunya menjunjung tinggi Buddhisme. Saya anggap anda percaya bahwa hanya Buddhisme yang merupakan agama yang benar dan yang lainnya adalah salah.
Tidak ada Buddhis yang mengerti ajaran Sang Buddha berpikir bahwa agama lain adalah salah. Tidak seorangpun yang telah melakukan usaha untuk mempelajari agama-agama lain dengan pikiran terbuka dapat berpikir seperti itu juga. Yang pertama dapat anda ketahui ketika anda mempelajar berbagai agama berbeda adalah seberapa banyak persamaannya. Semua agama mengakui bahwa kondisi manusia sekarang adalah tidak memuaskan. Semua percaya bahwa perubahan cara berpikir dan tingkah laku dibutuhkan jika ingin memperbaiki situasi manusia sekarang. Semua mengajarkan etika-etika termasuk cinta, kasih sayang, kesabaran, kemurahan hati dan tanggung jawab sosial dan semua menerima keberadaan sebentuk Absolute. Mereka menggunakan bahasa-bahasa berbeda, nama-nama berbeda dan lambang-lambang berbeda untuk menggambarkan dan menjelaskan hal-hal ini. Hanya ketika orang melekat dengan pikiran sempit pada cara melihat mereka maka ketidaktoleransian, kesombongan dan merasa benar sendiri akan muncul.
Bayangkan orang Inggris, orang Perancis, orang China dan orang Indonesia semua melihat pada sebuah cangkir. Orang Inggris akan berkata, 'Itu adalah sebuah cup.' Orang Perancis akan menjawab, 'Bukan. Itu adalah sebuah tasse.' Kemudian orang China berkomentar, 'Kamu berdua salah. Itu adalah sebuah pei.' Akhirnya orang Indonesia menertawakan mereka dan berkata 'Bodoh sekali kalian. Itu adalah sebuah cawan.' Kemudian orang Inggris membuka kamus dan menunjukkan pada lainnya. 'Saya dapat membuktikan kalau itu adalah sebuah cup. Kamus saya berkata demikian.' 'Kalau demikian kamus kamu salah.' kata orang Perancis, 'karena kamus saya dengan jelas menyatakan itu adalah sebuah tasse' Orang China mengejek; 'Kamus saya bilang itu adalah sebuah pei dan kamus saya itu ribuan tahun lebih tua dibanding kamus kamu karena itu kamus saya itu pasti benar. Dan lagipula, lebih banyak orang berbahasa China dibanding bahasa lainnya, karena itu pasti itu adalah pei.' Sementara kita meributkan dan berdebat, satu orang lagi datang dan minum dari cangkir itu dan berkata pada yang lain, "Apapun namanya, cup, tasse, pei atau cawan, fungsi dari cangkir ini untuk menampung air sehingga bisa diminum. Berhentilah berdebat dan minum, berhentilah meributkannya dan hilangkan dahagamu.' Ini adalah sikap Buddhis pada agama-agama lain.
Beberapa orang berkata, 'Semua agama adalah sama.' Apakah anda setuju dengan mereka?
Agama adalah sebuah fenomena yang sangat kompleks dan luas untuk diwakili oleh sebuah pernyataan pendek yang indah seperti itu. Seorang Buddhis mungkin berkata bahwa pernyataan ini mengandung elemen kesalahan dan kebenaran. Buddhisme mengajarkan bahwa tidak ada tuhan sementara Kristiani, contohnya, mengajarkan ada. Saya pikir ini adalah sebuah perbedaan yang sangat penting. Akan tetapi, ada sebuah cuplikan bagus dari alkitab sebagai berikut:
'Jika saya berkata dalam bahasa manusia dan malaikat tetapi tanpa cinta kasih, saya hanya sebuah gong atau cymbal yang beradu yang berisik. Jika saya memiliki hadiah wahyu dan dapat mengerti semua misteri dan semua pengetahuan, dan jika saya memiliki keyakinan yang sangat kuat yang dapat menggerakkan sebuah gunung, tetapi saya tidak memiliki cinta kasih, saya bukan apa-apa. Jika saya memberikan semua yang saya punya pada orang miskin dan bahkan mengorbankan tubuh saya ke api tetapi saya tidak memiliki cinta kasih, Saya tidak mendapatkan apa-apa. Cinta kasih adalah kesabaran, cinta kasih adalah kebaikan. Cinta kasih tidak iri, tidak congkak, tidak sombong. Cinta kasih tidak kasar, tidak mendahulukan diri sendiri, tidak mudah marah, tidak mencatat kesalahan. Cinta kasih tidak bersenang pada kejahatan tetapi bersenang pada kebenaran. Cinta kasih selalu melindungi, selalu percaya, selalu gigih.' - I Cor.13-7
Ini sama persis seperti apa yang diajarkan Buddhisme - bahwa kualitas hati lebih penting dari kesaktian supranatural apapun yang kita bisa miliki, kemampuan kita meramalkan masa depan, kekuatan keyakinan atau perbuatan luar biasa apapun yang bisa kita lakukan. Ketika kita sampai pada konsep teologi dan teori Buddhisme dan Kristiani tentu berbeda. Tetapi kita pada kualitas-hati, etika dan tingkah-laku keduanya sangat mirip.
Apakah Buddhisme itu ilmiah?
Sebelum kita jawab petanyaan itu akan lebih baik kita mendefinisikan kata 'ilmiah' dahulu. Ilmiah adalah, menurut kamus,'pengetahuan yang dapat dibuat menjadi sebuah sistem, dimana berdasarkan pada melihat dan membuktikan fakta-fakta dan menyatakan hukum alam umum, cabang pengetahuan seperti itu, semuanya yang dapat dipelajari secara pasti.' Ada aspek-aspek dalam Buddhisme yang tidak dapat masuk dalam definisi tersebut tetapi ajaran Buddhisme utama, Empat Kebenaran Mulia, tentu saja masuk kedalam ilmiah. Penderitaan, Kebenaran Mulia Pertama, adalah sebuah pengalaman yang dapat di definisikan, dialami dan diukur. Kebenaran Mulia Ke-Dua menyatakan bahwa penderitaan memiliki sebuah penyebab alami, kehausan, yang sama juga dapat di definisikan, dialami dan diukur. Belum ada yang mencoba untuk menjelaskan penderitaan dalam istilah-istilah konsep metafisik atau mitos. Menurut Kebenaran Mulia Ke-Tiga, Penderitaan diakhiri, tidak bergantung pada sosok Maha Kuasa, dengan keyakinan/iman atau dengan doa-doa tetapi dengan menghilangkan penyebabnya. Ini tidak terbantahkan. Kebenaran Mulia Ke-Empat, Jalan untuk mengakhiri penderitaan, sekalia lagi, tidak berhubungan dengan metafisik tetapi bergantung pada bertingkah laku dengan cara tertentu. Dan sekali lagi tingkah laku itu terbuka untuk di uji, Buddhisme membuang konsep mahluk Maha Kuasa, sama seperti ilmu pengetahuan, dan menjelaskan sumber dan cara bekerja alam semesta dengan istilah-istilah hukum-hukum alam. Semua ini tentu memiliki semangat ilmiah. Sekali lagi, Sang Buddha terus menerus menasehati bahwa kita tidak boleh meyakini buta tetapi dengan mempertanyakan, memeriksa, bertanya dan berdasarkan pengalaman kita sendiri, tentu memiliki sifat ilmiah. Dalam Kalama Sutta yg terkenal itu Sang Buddha berkata;
Jangan karena wahyu atau tradisi, jangan karena gosip atau kitab suci, jangan karena kata orang lain atau hanya logika semata, jangan karena prasangka memihak pada sebuah pendapat atau kemampuan berpura-pura seseorang dan jangan karena pendapat "Beliau adalah guru kami." Tetapi ketika dirimu sendiri mengetahui sebuah hail itu baik, dan patut dipuji, yang dipuji oleh para bijaksana dan ketika dipraktekan dan diamati membawa pada kebahagiaan, maka ikutilah hal tersebut." - A.I, 188
Lalu kita dapat katakan bahwa meskipun Buddhisme tidak sepenuhnya ilmiah, bisa dipastikan bahwa Buddhisme memiliki sifat ilmiah yang kuat dan sudah tentu lebih ilmiah dibandingkan agama lainnya. Ditekankan oleh Albert Einstein, ilmuwan terhebat pada abad 20 tentang Buddhisme:
'Yang akan menjadi agama masa depan adalah agama kosmik. agama yang melampaui Tuhan personal dan menghindari dogma dan theologi. Meliputi natural dan spiritual, dan berdasarkan perasaan religius yang muncul dari pengalaman akan segala hal, natural dan spiritual dan penyatuan yang berarti. Buddhisme menjawab penjelasan tersebut. Jika ada agama yang dapat menjawab kebutuhan ilmu pengetahuan moderen, agama tersebut adalah Buddhisme."
Saya kadang-kadang mendengar bahwa ajaran Sang Buddha itu disebut dengan Jalan Tengah. Apakah arti istilah itu?
Sang Buddha memberikan nama alternatif untuk Jalan Mulia Berunsur Delapan, majjhima patipada, yang berarti 'Jalan Tengah.' Ini adalah nama yang sangat penting karena memberitahu kita bahwa tidak cukup hanya mengikuti Sang Jalan, tetapi kita harus mengikutinya dengan cara tertentu. Orang-orang dapat menjadi sangat kaku tetang aturan dan praktek keagamaan dan berakhir menjadi benar-benar fanatik. Dalam Buddhisme aturan-aturan harus diikuti dan praktek dilakukan dengan seimbang dan selayaknya yang menghindari ekstrimisme dan berlebihan. Sebuah petuah Romawi kuno 'Secukupnya pada semua hal' dan Buddhis menyetujui ini sepenuhnya.
Saya membaca bahwa Buddhisme adalah hanya Hinduisme tipe lain. Apakah ini benar?
Tidak, hal itu tidak benar. Buddhisme dan Hinduisme memilik banyak pandangan etika yang sama, keduanya menggunakan istilah yang sama seperti kamma, samadhi dan nirvana dan keduanya berasal dari India. Ini yang menyebabkan beberapa orang berpikir bahwa keduanya adalah sama atau sangat mirip. Tetapi jika kita melihat lebih jauh dari kemiripan dipermukannya kita akan melihat bahwa kedua agama tersebut sangat berbeda. Contohnya, Hindu mempercayai pada seorang Tuhan adikuasa sementara Buddhis tidak. Salah satu ajaran utama filosofi sosial Hindu adalah konsep kasta, yang dengan teguh ditolak oleh Buddhisme. Penyucian ritual adalah sebuah praktek penting dalam Hinduisme tetapi tidak ada di Buddhisme. Dalam naskah Buddhis Sang Buddha sering diceritakan mengkritik apa yang diajarkan para Brahmin, pendeta Hindu, dan mereka sangat tidak menyetujui beberapa pandangan beliau. Hal ini tidak akan terjadi jika Buddhisme dan Hindisme adalah sama.
Tetapi Sang Buddha tidak menyalin konsep kamma dari Hinduisme bukan?
Hinduisme memang mengajarkan doktrin kamma dan juga reinkarnasi. Tetapi, versi mereka dari kedua ajaran tersebut sangat berbeda dari versi Buddhisme. Contohnya, Hinduisme mengajarkan bahwa kita ditentukan oleh kamma kita sementara dalam Buddhisme mengajarkan kamma kita hanya kondisi bagi kita. Menurut Hinduisme sebuah roh abadi atau atman berpindah dari satu kehidupan ke berikutnya sementara Buddhisme menolak keberadaan roh seperti itu tetapi mengatakan bahwa hal itu hanyalah aliran perubahan energi mental yang terus menerus yang terlahir. Hal tersebut hanya beberapa dari banyak perbedaan antara kedua agama tentang kamma dan kelahiran-kembali. Akan tetapi, meskipun jika ajaran Buddhis dan Hindu sama persis hal ini tidak berarti bahwa Sang Buddha dengan tanpa berpikir menyalin pandangan yang lainnya.
Hal ini kadang-kadang terjadi antara 2 orang, masing-masing secara mandiri, menemukan hal yang sama persis. Sebuah contoh yang bagus adalah penemuan evolusi. Pada 1858, sesaat sebelum beliau menerbitkan bukunya yang terkenal The Origin of the Species, Charles Darwin mendapatkan bahwa orang lain yang bernama Alfred Russel Wallace, telah mengutarakan pandangan evolusi sama seperti yang telah dia lakukan. Darwin dan Wallace tidak saling menyalin ide diantara mereka; tetapi, dengan memperlajari fenomena yang sama mereka sampai pada kesimpulan yang sama tentang itu. Maka bahkan jika pandangan Hindu atau Buddhis tentang kamma dan kelahiran-ulang sama persis, yang sebenarnya tidak, hal ini bukanlah bukti dari meniru. Sebenarnya adalah melalui pandangan mendalam yang dikembangkan dengan meditasi pertapa Hindu tidak memahami tentang kamma dan kelahiran-kembali yang kemudian dibabarkan oleh Sang Buddha dengan lebih lengkap dan lebih tepat.
Konsep Dasar Buddhis
Apakah ajaran-ajaran utama Sang Buddha?
Semua ajaran-ajaran Sang Buddha berpusat pada Empat Kebenaran Mulia sama seperti tepi roda dan jari-jarinya mengarah ke tengah roda. Hal itu disebut 'Empat' karena ada empat.
Disebut 'Mulia' karena hal itu yang membuat orang-orang yang memahaminya menjadi suci/mulia dan disebut 'Kebenaran' karena, berhubungan dengan realitas, hal tersebut adalah benar.
Apakah itu Kebenaran Mulia Pertama?
Kebenaran Mulia pertama adalah kehidupan adalah penderitaan. Hidup adalah untuk menderita. Adalah tidak mungkin kita hidup tanpa merasakan bentuk-bentuk tertentu dari rasa sakit atau kesedihan. Kita harus mengalami penderitaan fisik seperti sakit, luka, letih, usia tua dan akhirnya mati dan kita harus mengalami penderitaan psikologi seperti kesepian, frustasi, takut, malu, kecewa, marah, dll.
Bukankah ini agak pesimistik?
Kamus mendefinisikan pesimisme sebagai 'kebiasaan berpikir apapun yang akan terjadi akan buruk,' atau 'keyakinan bawah kejahatan lebih berkuasa daripada kebaikan.' Buddhisme tidak mengajarkan kedua pandangan tersebut. TIdak juga menyangkal adanya kebahagiaan. Buddhisme hanya mengatakan bahwa hidup itu adalah mengalami penderitaan fisik dan psikologi yang pertanyaan tersebut sangat benar dan sangat jelas sekali tidak dapat disangkal. Buddhisme mulai dengan sebuah pengalaman, sebuah fakta tak terbantahkan, sebuah hal yang diketahui semua orang, yang semua orang telah alami dan yang semua orang coba untuk hindari. Dengan demikian, Buddhisme memulai dengan langsung menuju pada inti dari tujuan bagi setiap orang - penderitaan dan bagaimana menghindarinya.
Apakah itu Kebenaran Mulia Ke-Dua?
Kebenaran Mulia Kedua adalah kehausan menyebabkan segala penderitaan. Ketika kita melihat pada penderitaan psikologi, sangat mudah untuk melihat bahwa hal itu disebabkan oleh kehausan. Ketika kita menginginkan sesuatu tetapi tidak bisa kita dapatkan, kita merasakan kekecewaan atau frustasi. Ketika kita mengharapkan orang lain sesuai ekspektasi kita dan mereka tidak sesuai, kita merasa sedih dan marah. Ketika kita orang lain untuk menyukai kita dan mereka tidak menyukai kita, kita merasa sakit hati. Bahkan ketika kita menginginkan sesuatu dan bisa mendapatkannya, ini tidak sering membawa pada kebahagiaan karena hal itu tidak lama sebelum kita merasa bosan dengan hal itu, tidak tertarik lagi pada hal itu dan mulai menginginkan hal lainnya. Secara sederhana, Kebenaran Mulia Ke-Dua mengatakan bahwa mendapatkan apa yang engkau inginkan tidak menjamin kebahagiaan. Daripada berjuang terus menerus mendapatkan apa yang engkau inginkan, coba untuk merubah keinginanmu. Keinginan itu menghilangkan kepuasan dan kebahagiaan.
Tetapi bagaimanakan keinginan dan kehausan membawa pada penderitaan fisik?
Seumur hidup terus ingin dan haus ini dan itu dan khususnya kehausan untuk terus ada menciptakan sebuah energi kuat yang menyebabkan individual terlahir-kembali. Ketika kita terlahir-kembali, kita memiliki tubuh dan seperti yang sudah disampaikan, tubuh itu dapat terluka dan terkena penyakit; tubuh bisa letih karena kerja; akan menua dan akhirnya mati. Karena itu, kehausan membawa pada penderitaan fisik karena hal tersebut menyebabkan kita terlahir-kembali.
Yang dijelaskan itu sangat baik sekali. Tetapi jika kita berhenti total menginginkan, kita tidak akan pernah mendapatkan apapun atau mencapai apapun.
Benar. Tetapi apa yang Sang Buddha katakan adalah ketika keinginan kita, kehausan kita, ketidapuasan kita dengan apa yang telah kita miliki dan kerinduan terus-menerus kita untuk lebih dan lebih menyebabkan kita menderita, lalu kita harus mencoba berhenti melakukannya. Beliau meminta kita untuk membedakan antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan dan berusaha pada apa yang kita butuhkan dan merubah apa yang kita inginkan. Beliau mengajarkan kita bahwa kebutuhan kita dapat terpenuhi tetapi keinginan kita itu tidak terbatas seperti lubang tanpa dasar. Ada kebutuhan-kebutuhan esensial, mendasar dan dapat diperoleh dan kita harus berusaha untuk hal tersebut. Keinginan yang lebih dari itu harus dikurangi dengan bertahap. Lagi pula, apakah tujuan dari hidup? Untuk mendapatkan atau menjadi puas dan bahagia.
Anda berbicara tentang kelahiran-kembali, tetapi adakah bukti hal itu terjadi?
Ada banya bukti hal itu terjadi tetapi kita akan bahas hal itu lebih detail setelah ini.
Apakah itu Kebenaran Mulia Ke-Tiga?
Kebenaran Mulia Ke-Tiga adalah penderitaan dapat diatasi dan kebahagiaan dapat dicapai. Mungkin ini adalah bagian terpenting dari Empat Kebenaran Mulia karena didalam ini Sang Buddha meyakinkan kita bahwa kebahagiaan sejati dan kepuasan itu mungkin. Ketika kita melepaskan kehausan yang tak berarti itu dan belajar untuk hidup setiap hari setiap waktu, menikmati tanpa dengan gelisah menginginkan apa yang bisa didapat dari hidup ini, dengan sabar bertahan dalam problem-problem kehidupan melibatkan tanpa air mata, kebencian dan kemarahan, kemudian kita menjadi bahagia dan bebas. Lalu dan hanya lalu, kita dapat hidup dengan sepenuhnya. Karena kita tidak lagi terobsesi dengan pemuasan keinginan egois kita sendiri, kita mendapatkan banyak waktu untuk menolong lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Keadaan ini yang disebut Nirvana.
Apakah atau dimanakah itu Nirvana?
Nirvana adalah sebuah dimensi melampau waktu dan ruang dan karena itu sulit untuk dibicarakan atau bahkan dipikirkan, kata-kata dan pikiran hanya dapat menejaslan dimensi waktu-ruang. Tetapi karena Nirvana melampaui waktu, maka tidak ada pergerakan, tidak ada pergesekan dan tidak ada penuaan atau kematian. Karena itu Nirvana adalah abadi. Karena hal itu melampaui ruang, maka tidak ada sebab, tidak ada batas, tidak ada konsep diri atau bukan diri dan karena itu Nirvana adalah tak terhingga. Sang Buddha juga menyakinkan kita bahwa Nirvana adalah pengalaman dari kebahagiaan luar biasa. Beliau mengatakan:
'Nirvana adalah kebahagiaan tertinggi.' Dp.204
Tetapi apakah ada bukti bahwa dimensi seperti itu ada?
Tidak ada. Tetapi keberadaan dapat dideduksi secara tidak langsung. Jika ada sebuah dimensi dimana waktu dan ruang dapat beroperasi dan ada dimensi seperti itu - dunia yang kita alami - kemudian kita dapat menyimpulkan bahwa ada dimensi dimana waktu dan ruang tidak beroperasi - Nirvana. Lagi, bahkan meskipun kita tidak dapat membuktikan Nirvana itu ada, kita memiliki kata-kata Sang Buddha yang menjelaskan bahwa Nirvana ada. Beliau mengatakan pada kita:
'Ada yang tak-terlahir, yang tidak-menjadi, yang tidak-terbentuk, yang tidak-berpadu. Jika tidak ada yang tak-terlahir, yang tidak-menjadi, yang tidak-terbentuk, yang tidak-berpadu, maka tidak ada jalan keluar dari kelahiran, menjadi, terbentuk, dan berpadu. Tetapi karena ada yang tak-terlahir, tidak-menjadi, tidak-terbentuk, dan tidak-berpadu, maka ada jalan keluar dari kelahiran, menjadi, terbentuk dan berpadu. - Ud, 80
Kita akan mengetahui ketika kita mencapainya. Sampai waktu itu nanti, kita masih dapat berlatih.
Apakah itu Kebenaran Mulia Ke-Empat?
Kebenaran Mulia Ke-Empat adalah Jalan menuju untuk mengatasi penderitaan. Jalan ini disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan dan terdiri dari Pemahaman Sempurna, Pikiran Sempurna, Ucapan Sempurna, Perbuatan Sempurna, Penghidupan Sempurna, Usaha Sempurna, Perhatian-Penuh Sempurna dan Konsentrasi Sempurna. Kehidupan Buddhis terdiri dari praktek delapan hal-hal ini sampai semuanya lengkap. Anda akan melihat bahwa langkah-langkah pada Jalan Mulia Berunsur Delapan melingkupi semua aspek kehidupan: intelektual, etikal, sosial dan ekonomi dan psikologi dan karena itu berisi semua yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang baik dan mengembangkan secara spiritual.
Buddhisme dan Pandangan-Tentang-Tuhan
Apakah Buddhis percaya akan tuhan?
Tidak. Ada beberapa alasannya. Seperti sosiologis dan psikologis moderen, Sang Buddha melihat bahwa banyak pandangan agama dan khususnya pandangan-tentang-tuhan itu berasal dari kegelisahan dan ketakutan. Sang Buddha berkata:
'Karena diselubungi ketakuan orang-orang pergi ke gunung-gunung keramat, hutan-hutan keramat, pohon-pohon keramat dan kuil-kuil.' -Dp. 188
Manusia primitif hidup di alam yang berbahaya dan tidak bersahabat, rasa takut pada binatang buas, takut tidak mendapatkan makanan yang cukup, terluka atau penyakit, dan fenomena alam seperti guntur, petir dan gunung berapi selalu bersama mereka. Tidak menemukan rasa aman, mereka menciptakan konsep tuhan untuk memberikan rasa nyaman pada saat-saat baik, keberanian pada saat-saat berbahagia dan kekuatan pada saat-saat tidak baik. Sampai hari ini anda akan melihat bahwa orang-orang sering menjadi lebih religius disaat-saat krisis, anda akan mendengar mereka berkata bahwa keyakinan pada tuhan atau dewa-dewa memberikan mereka kekuatan yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan. Sering kali mereka menjelaskan bahwa mereka percaya pada tuhan tertentu karena mereka berdoa pada saat membutuhkan dan doanya terjawab. Semua ini sepertinya mendukung ajaran Sang Buddha bahwa pandangan-tentang-tuhan itu merupakan respon dari rasa takut dan frustasi. Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengerti rasa takut kita, mengurangi keinginan kita dan dengan tenang dan berani menerima hal-hal yang tidak dapat kita rubah. Beliau menggantikan rasa takut dengan pemahaman rasional tidak dengan keyakinan tidak berdasar.
Alasan ke-dua Sang Buddha tidak percaya pada tuhan karena tidak ada banyak bukti untuk mendukung pandangan ini. Ada banyak agama, semua mengaku bahwa mereka telah menulis kata-kata tuhan dalam kitab suci mereka, dan hanya mereka sendiri yang mengerti sifat tuhan, bahwa tuhan mereka itu ada dan tuhan dari agama lain tidak ada. Beberapa mengaku bahwa tuhan itu maskulin, beberapa mengaku tuhan itu feminin dan beberapa tidak keduanya. Mereka semua berpuas bahwa ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa keberadaan tuhan yang mereka sembah tetapi menghina bukti-bukti yang digunakan agama lain untuk membuktikan keberadaan tuhannya. Mengejutkan bahwa meskipun banyak agama menggunakan banyak cara orisinal selama berabad-abad untuk membuktikan keberadaan tuhan tetapi masih belum ada bukti yang asli, nyata, substansial atau tak terbantahkan. Buddhis menunda memutuskan hal itu sampai bukti-buktinya muncul.
Alasan ke-tiga Sang Buddha tidak mempercayai tuhan karena beliau merasa bahwa keyakinan seperti itu tidak perlu. Beberapa mengaku bahwa keyakinan pada tuhan itu perlu untuk menjelaskan asal mula alam semesta. Tetapi ilmu pengetahuan dengan sangat meyakinkan menjelaskan bagaimana alam semesta mencul tanpa menampilkan konsep-tuhan. Beberapa mengaku bahwa keyakinan pada tuhan itu perlu untuk memiliki kehidupan yang bahagia dan bermakna. Sekali lagi kita dapat melihat bahwa tidak demikian. Ada berjuta-juta atheis dan pemikir-bebas, tanpa menyebut banyak Buddhis juga, yang hidup beguna, bahagia dan bermakna tanpa keyakinan pada tuhan. Beberapa mengaku bahwa keyakinan pada kekuatan tuhan itu perlu karena manusia, yang lemah, tidak memiliki kekuatan untuk menolong diri mereka. Sekali lagi, bukti mengindikasikan kebalikannya. Kita sering mendengar tentang orang-orang yang telah mengatasi ketidakmampuan dan kekurangan besar mereka, keadaan-keadaan tidak terduga dan kesulitan-kesulitan, dengan sumber daya dari dalam, usaha mereka sendiri dan tanpa keyakinan pada tuhan. beberapa mengaku bahwa tuhan itu perlu untuk memberikan penyelamatan. Tetapi argumen ini hanya akan benar jika kita menerima konsep theologis penyelamatan dan buddhis tidak menerima konsep seperti itu. Berdasarkan pengalamannya sendiri Sang Buddha melihat bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk menyucikan pikiran, mengembangkan kasih sayang tanpa batas dan belas kasih dan pemahaman sempurna. Beliau menggeser perhatian dari surgawi pada hati dan mendorong kita untuk menemukan solusi masalah-masalah kita melalui pemahaman-pemahaman oleh diri sendiri.
Tetapi jika tidak ada tuhan bagaimana ada alam semesta?
Semua agama memiliki mitos dan kisah-kisah yang mencoba untuk menjawab pertanyaan ini. Pada masa dahulu mitos seperti ini sudah cukup tetapi pada abad ke 21, pada jaman fisika, astronomi dan geologi, mitos-mitos seperti itu telah dilampaui oleh bukti-bukti ilmiah. Ilmu pengetahuan telah menjelaskan sumber dari alam semesta tanpa terpaksa kembali pada konsep tuhan.
Apa yang Sang Buddha katakaan tentang asal mula alam semesta?
Sangat menarik bahwa penjelasan Sang Buddha tentang asal mula alam semesta sangat menyerupai pandangan ilmiah. Dalam Aganna Sutta, Sang Buddha menjelaskan alam semesta hancur dan kemudian ber-evolusi menjadi bentuk yang sekarang setelah jutaan tahun yang tak terhitung. Kehidupan pertama terbentuk pada permukaan air dan lagi, dalam jutaan tahun yang tak terhitung, berevolusi dari organisme sederhana menjadi kompleks. Semua proses ini, Beliau katakan, tanpa awal dan akhir, dan berjalan karena hukum alam.
Anda berkata bahwa tidak ada bukti keberadaan tuhan tetapi bagaimana dengan mukjizat?
Ada banyak orang yang mempercayai bahwa mukjizat-mukjizat adalah bukti dari keberadaan tuhan. Kita mendengar pengakuan tak berdasar bahwa kesembuhan terjadi tetapi kita tidak pernah mendapatkan pengakuan independen dari kantor medis atau dokter. Kita mendengar laporan-laporaan "tangan-kedua" bahwa seseorang diselamatkan dari bencana secara mukjizat tetapi kita tidak pernah mendapatkan pengakuan saksi mata apa yang benar-benar terjadi. Kita mendegar gosip bahwa doa menghilangkan penyakit di tubuh dan menguatkan anggota tubuh yang lemah, tetapi kita tidak pernah melihat X-ray atau mendapatkan komentar dari dokter atau perawat untuk membuktikan gosip-gosip ini. Pengakuan tak berdasar, laporan-laporan "tangan-kedua" dan "katanya" adalah bukan merupakan bukti nyata dan bukti nyata dari mukjizat itu sangat langka. Akan tetapi, hal-hal tidak biasanya dan hal-hal yang tak dapat dijelaskan kadang-kadang memang terjadi. Tetapi ketidakmampuan kita untuk menjelaskan hal-hal seperti itu tidak merupakan persetujuan atas keberadaan tuhan. Hal itu hanya membuktikan bahwa pengetahuan kita yang masih tidak lengkap. Sebelum dikembangkan obat-obatan moderen, ketika orang tidak tahu penyebab dari penyakit, mereka percaya bahwa tuhan atau dewa-dewa mengirim penyakit sebagai hukuman. Sekarang kita mengetahui apa penyebab hal-hal seperti itu dan ketika kita sakit, kita minum obat. Pada saat ketika pengetahuan kita tentang dunia tidak lengkap, kita dapat mencari tahu apa penyebab fenomena yang tidak dapat dijelaskan itu, sama seperti kita dapat mengerti apa penyebab penyakit.
Mengapa banyak orang yang percaya pada sesuatu seperti tuhan, pasti itu benar.
Tidak demikian. Ada waktu dimana semua orang mempercayai bahwa dunia itu datar, tetapi semua itu salah. Jumlah orang yang percaya pada sebuah pandangan itu bukan ukuran kebenaran atau kebohongan sebuah pandangan. Satu-satunya cara kita dapat mengatakan pandangan itu benar atau salah adalah dengan melihat dari fakta-fakta dan meneliti bukti-bukti.
Lalu jika Buddhis tidak mempercayai tuhan, apa yang engkau percaya?
Kita tidak mempercayai tuhan karena kita mempercayai kemanusiaan. Kami percaya bahwa setiap manusia itu berharga dan penting, semua memiliki potensi untuk berkembang menjadi seorang Buddha - mahluk yang telah sempurna. Kami percaya bahwa manusia dapat meninggalkan ketidaktahuan dan ketidakrasionalitasannya dan melihat hal-hal demikian adanya. Kami percaya bahwa kebencian, marah, niat buruk dan iri hati dapat digantikan oleh kasih sayang, kesabaran, kemurahan hati dan kelembutan. Kami percaya bahwa semua hal ini masih dalam jangkauan setiap orang jika mereka membuat usaha, dibimbing dan didukung oleh sesama rekan Buddhis lainnya dan diinspirasi oleh contoh yang diberikan oleh Sang Buddha. Seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha:
'Tidak ada yang menyelamatkan kita selain diri kita sendiri,
Tidak ada yang dapat dan tidak ada yang mungkin.
Diri kita sendiri yang harus menjalani sang jalan,
Akan tetapi, Para Buddha telah menunjukkan sang jalan dengan jelas.
- Dp. 165
Lima Sila
Agama-agama lain mendapatkan pandangan yang baik dan buruk dari perintah dari tuhan atau dewa-dewa. Buddhis tidak mempercayai tuhan, lalu bagaimanakah kamu mengetahui apa yang baik dan buruk?
Segala pikiran, ucapan atau perbuatan yang berakar pada keserakahan, kebencian dan delusi, dan karena itu akan membawa kita menjauhi dari Nirvana adalah buruk dan segala pikiran, ucapan dan perbuatan yang berakar pada pemberian, cinta kasih dan kebijaksanaan yang akan mendukung pada jalan ke Nirvana adalah baik. Untuk mengetahui apa yang baik dan buruk dalam agama-agama yang berpusat pada tuhan, anda akan diberitahu semua yang harus dilakukan. Dalam agama yang berpusat pada manusia seperti Buddhisme, untuk mengetahui apa yang baik dan buruk, anda harus mengembangkan kesadaran diri dan pemahaman diri yang mendalam. Dan pemahaman yang berdasarkan etika selalu lebih kuat dibandingkan yang merupakan hasil dari perintah. Maka untuk mengetahui apa yang baik dan buruk, Buddhis melihat pada 3 hal - Niat dibelakang perbuatan itu, pengaruh dari perbuatan itu pada diri sendiri dan pada orang lain. Jika niatnya baik (berakar pada kemurahan-hati, cinta kasih dan kebijaksanaan), jika membantu diri sendiri (membantu saya untuk lebih memberi, lebih mengasihi dan lebih bijaksana) dan membantu orang lain (membantu mereka untuk lebih memberi, lebih mengasihi dan lebih bijaksana), maka jasa dan perbuatan saya adalah bermanfaat, baik dan bermoral. Tentu saja, ada banyak variasinya. Terkadang, saya bertindak dengan niat yang terbaik tetapi tidak bermanfaat untuk saya atau lainnya. Terkadang niat saya jauh dari baik, tetapi meskipun demikian tindakan saya menolong orang lain. Terkadang saya bertindak karena niat baik dan tindakan saya membantu saya tetapi mungkin menyebabkan orang lain menjadi susah. Dalam kasus-kasus demikian, tindakan saya adalah campuran - campuran dari baik dan tidak-terlalu-baik. Ketika niatnya buruk dan perbuatannya tidak menolong saya ataupun orang lain, maka perbuatan tersebut adalah buruk. Dan ketika niat saya baik dan perbuatan saya membawa manfaat untuk saya maupun orang lain, maka jasa perbuatan tersebut sepenuhnya baik.
Lalu apakah Buddhisme memiliki aturan moralitas?
Ya. ada. Lima Sila adalah dasar dari moralitas Buddhis. Lima Sila itu adalah menghindari pembunuhan atau melukai mahluk hidup, yang ke-dua adalah menghindari mencuri, yang ke-tiga adalah menghindari tindakan seksual tidak benar, yang ke-empat adalah menghindari berdusta dan yang ke-lima adalah menghindari alkohol dan obat-obatan yang melemahkan kesadaran.
Tetapi pastinya membunuh itu baik kadang-kadang, membunuh serangga yang menyebarkan penyakit atau seseorang yang akan membunuhmu?
Mungkin hal itu baik untukmu tetapi bagaimanakah bagi serangga atau orang yang kita bunuh? Mereka ingin hidup sama seperti dirimu. Ketika engkau memutuskan untuk membunuh seekor serangga yang menyebarkan penyakit, niatmu mungkin gabungan dari keprihatinan diri (baik) dan rasa jijik (buruk). Tindakan itu akan menguntungkan untuk dirimu (baik) tetapi tentu saja tidak menguntungkan bagi mahluk itu (buruk). Jadi ada kalanya mungkin harus membunuh tetapi tidak pernah sepenuhnya baik.
Kalian Buddhis terlalu mengkhawatirkan tentang semut-semut atau serangga-serangga.
Buddhis mencoba mengembangkan belas kasih yang tidak membedakan dan merangkul semua. Kita melihat dunia sebagai kesatuan dimana setiap hal dan mahluk memiliki tempat dan fungsinya. Kita percaya bahwa sebelum kita menghancurkan atau mengacau keseimbangan alam yang rapuh, kita harus sangat berhati-hati. Dimana penekanan telah dilakukan pada eksploitasi alam besar-besaran, diperas sampai tetes terakhir tanpa ada yang dikembalikan lagi, menguasai dan menundukkannya, alam telah berontak. Udara menjadi beracun, sungai terpolusi dan mati, banyak binatang dan tumbuhan mengarah pada kepunahan, lereng gunung-gunung menjadi tandus dan tererosi. Bahkan iklim berubah. Jika orang-orang sedikit lebih tidak terlalu menghancur, merusak dan membunuh, situasi buruk ini mungkin tidak akan terjadi. Kita harus berusaha untuk mengembangkan sedikit lebih menghargai untuk semua kehidupan. Dan ini lah yang dimaksud dalam Sila Pertama.
Apakah yang Buddhisme katakan tentang aborsi?
Menurut Sang Buddha kehidupan dimulai ketika terjadi pembuahan atau langsung sesudah pembuahan dan melakukan aborsi pada janin adalah melakukan pembunuhan.
Tetapi jika seorang wanita diperkosa atau dia mengetahui kalau anaknya akan cacat, bukankah lebih baik untuk menghentikan kehamilannya?
Seorang anak dikandung sebagai hasil dari perkosaan berhak untuk hidup dan dicintai seperti anak-anak lainnya. Dia tidak seharusnya dibunuh hanya karena ayah biologisnya melakukan sebuah kejahatan. Melakukan persalinan seorang anak cacat fisik atau cacat mental akan mengakibatkan guncangan mental yang parah untuk orang tuanya tetapi jika menyetujui hal itu mengapa tidak membunuh anak-anak atau orang dewasa yang cacat? Ada kemungkinan situasi dimana aborsi adalah alternatif paling manusiawi, contohnya, untuk menyelamatkan si ibu. Tetapi mari kita jujur, kebanyakan aborsi dilakukan hanya karena kehamilan itu repot, membuat malu atau karena orang tuanya menghendaki menunda untuk memiliki anak. Bagi Buddhis, ini sepertinya adalah alasan-alasan yang buruk untuk menghancurkan kehidupan.
Jika seseorang bunuh diri apakah mereka melanggar Sila Pertama?
Ketika seseorang membunuh orang lain mereka mungkin melakukannya karena takut, marah, geram, serakah atau emosi-emosi negatif lainnya. Ketika seseorang membunuh dirinya sendiri mereka melakukan karena alasan-alasan yang mirip atau karena emosi negatif lain seperti putus asa atau frustasi. Ketika membunuh adalah hasil dari emosi negatif diarahkan pada orang lain, bunuh diri adalah emosi negatif yang diarahkan pada diri sendiri dan karena itu termasuk melanggar Sila. Akan tetapi, seseorang yang berpikir untuk bunuh diri atau pernah mencoba bunuh diri tidak perlu diberitahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah. Mereka butuh dukungan kita dan pengertian kita. Kita harus menolong mereka mengerti bahwa bunuh diri adalah menambah masalah mereka, bukan menyelesaikannya.
Beritahu saya tentang Sila Ke-Dua.
Ketika kita mengambil Sila kita bertekad untuk tidak mengambil apa yang bukan milik kita. Sila Ke-Dua adalah tentang menahan keserakahan kita dan menghormati hak milik orang lain.
Sila Ke-Tiga berisi tentang kita harus menghindari perbuatan seksual yang tidak benar. Apakah itu perbuatan seksual yang tidak benar?
Jika kita menggunakan penipuan, pemerasan emosional atau memaksa seseorang melakukan hubungan seksual dengan kita, maka hal itu bisa dikatakan perbuatan seksual yang tidak benar. Penyelewengan juga adalah salah satu bentuk dari perbuatan seksual yang tidak benar karena ketika kita menikah kita berjanji pada pasangan kita akan setia padanya. Ketika kita melakukan penyelewengan kita melanggar janji dan menghianati kepercayaannya. Seks adalah ekspresi dari cinta dan keintiman antara dua orang dan ketika hal itu berkontribusi pada kesehatan mental dan emosi kita.
Apakah seks diluar nikah adalah perbuatan seksual yang tidak benar?
Tidak jika ada cinta dan kesepakatan bersama diantara dua orang tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa fungsi biologis dari seks adalah reproduksi dan jika seorang wanita yang belum menikah menjadi hamil, hal itu dapat menyebabkan banyak masalah. Banyak orang-orang yang dewasa dan bijaksana berpendapat bahwa lebih baik tidak melakukan seks sampai sesudah menikah.
Apa pendapat Buddhisme tentang pengendalian kelahiran (birth control)?
Beberapa agama mengajarkan bahwa berhubungan seks untuk alasan selain reproduksi adalah imoral dan dengan demikian mereka menganggap segala bentuk pengendalian kelahiran adalah salah. Buddhisme mengakui bahwa seks memiliki beberapa fungsi - reproduksi, rekreasi, dan sebagai ekspresi dari cinta dan kasih sayang antara dua orang, dst. Karena demikian, Buddhisme menganggap semua bentuk pengendalian kelahiran adalah baik kecuali aborsi. Bahkan, Buddhisme akan mengatakan bahwa di dunia dimana ledakan populasi menjadi masalah utama, pengendalian kelahiran adalah suatu berkah.
Tetapi bagaimanakah dengan Sila Ke-Empat? Apakah mungkin hidup tanpa berdusta?
Jika benar-benar tidak dapat hidup di masyarakat atau melakukan bisnis tanpa berdusta, kondisi demikian yang harus dirubah. Buddhis adalah seseorang yang bertekad untuk melakukan tindakan nyata pada sebuah masalah dengan mencoba menjadi lebih jujur.
Jika kamu sedang duduk ditaman dan ada seseorang yang lari ketakutan dan kemudian beberapa menit kemudian ada seseorang yang membawa pisau dan menghampiri kamu dan bertanya kearah mana orang yang tadi pergi, kamu akan katakan yang sebenarnya atau membohonginya?
Jika saya memiliki alasan yang kuat untuk curiga bahwa orang yang kedua itu akan melakukan hal buruk pada orang yang pertama saya akan, sebagai seorang Buddhis yang cerdas dan perhatian, saya tidak akan ragu untuk berdusta. Telah kita katakan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menentukan apakah itu perbuatan baik atau buruk adalah niatnya. Niatnya untuk menyelamatkan jiwa adalah berkali-kali lipat lebih positif dibandingkan mengatakan sebuah kebohongan dalam kasus seperti ini. Jika berbohong, minum minuman keras atau bahkan mencuri tapi dapat menyelamatkan jiwa, saya akan melakukannya. Saya selalu dapat memperbaiki kesalahan karena melanggar Sila tetapi saya tidak akan pernah mengembalikan kehidupan setelah hilang. Meskipun demikian, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, mohon jangan menganggap ini sebagai ijin untuk melanggar Sila. Sila harus dipraktekkan dengan penuh perhatian dan hanya dilanggar dalam kasus-kasus ekstrim saja.
Sila Ke-Lima mengatakan bahwa kita tidak boleh minum alkohol atau obat-obatan yang melemahkan kesadaran. Mengapa tidak boleh?
Orang tidak minum alkohol karena rasanya. Ketika mereka minum sendiri adalah untuk mencari pelepasan ketegangan dan ketika mereka minum bersama-sama, biasanya untuk mengikuti kebiasaan dalam bersosialisasi. Bahkan sedikit alkohol dapat melemahkan kesadaran dan mengganggu kesadaran-diri. Dalam jumlah yang banyak, efeknya dapat menjadi mengenaskan. Buddhis mengatakan bahwa ketika kamu melanggar Sila Ke-Lima kamu dapat melanggar semua Sila lainnya.
Tetapi minum sedikit tidak akan benar-benar melanggar Sila, bukan? Hanya hal kecil saja.
Ya, hanya hal kecil saja dan jika kamu tidak dapat berlatih bahkan sebuah hal kecil, komitmen dan tekadmu tidak begitu kuat, bukan?
Apakah merokok melanggar Sila Ke-Lima?
Merokok tentunya memiliki efek negatif pada tubuh tetapi efek pada pikiran sangat kecil. Seseorang dapat merokok dan tetap waspada, perhatian dan mengendalikan diri sementara merokok tidak dianjurkan, merokok tidak melanggar Sila.
Lima Sila itu negatif. Sila itu melarang apa yang tidak boleh dilakukan. Sila tidak memberitahu apa yang boleh dilakukan.
Lima Sila adalah dasar dari moralitas Buddhis. Lima Sila bukan semua moralitas Buddhis. Kita mulai dengan mengenali tingkah-laku negatif dan berusaha untuk menghentikannya. Itulah fungsi dari Lima Sila. Setelah kita berhenti melakukan hal buruk, kita akan mulai melakukan hal baik. Kita ambil contoh Sila Ke-Empat. Sang Buddha berkata bahwa kita harus memulai dengan menahan diri dari berdusta. Setelah itu, baru kita mengucapkan kebenaran, berbicara lembut, sopan dan pada waktu yang tepat.
Meninggalkan ucapan salah dia menjadi pembicara kebenaran, reliabel, dapat dipercaya, dapat diandalkan, dia tidak menipu dunia. Meninggalkan ucapan jahat dia tidak mengulang disana apa yang dia telah dengar disini ataupun dia mengulang disini apa yang dia dengar disana dengan tujuan untuk menyebabkan pertentangan antara orang-orang. Dia menyatukan semua yang terpecah dan menjadikan dekat bersama mereka yang telah menjadi teman. Harmoni adalah kegembiraannya, harmoni adalah kegemarannya, harmoni adalah cintanya; Hal itu adalah alasan dari ucapannya. Meninggalkan ucapan kasar ucapannya tanpa cela, enak didengar, menyenangkan, masuk kedalaam hati, sopan, disukai banyak orang. Meninggalkan ucapan tidak penting dia berucap pada waktu yang tepat, apa yang benar, langsung pada tujuan, tentang Dhamma dan tentang Vinaya. Dia berucap kata-kata yang layak dihargai, tepat waktu, beralasan, jelas dan langsung pada sasaran.' M.I, 179
Labels:
Tentang Buddhisme
Subscribe to:
Posts (Atom)