Sunday, October 13, 2019

Lokapāladhamma

Lokapāladhamma
Y.M. Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera.

LOKA berarti Dunia
PĀLA berarti pelindung
DHAMMA berarti ajaran

Lokapaladhamma berarti Dhamma yang melindungi dunia.
Dhamma yang melindungi dunia dibagi atas dua macam, yaitu:

1. HIRI, berarti malu akan diri sendiri dalam melakukan perbuatan
jahat.

2. OTTAPPA, berarti takut akan akibat dari perbuatan jahat.

Arti umum:

1. Dalam pelajaran tentang Dhamma yang amat menolong bagian
Dhammacariya bab 3 telah diajarkan Dhamma yang menjadi
dasar permulaan perbuatan baik. Pokok ajaran ini adalah kita
hendaknya menjadi orang baik dan bagaimana kita menjadi orang
baik, atau dalam hal ini kita harus berbuat kebaikan. Berbuat
kebaikan ini semua harus berdasarkan pada Upakaradhamma,
Dhamma yang amat menolong, yang terdiri dari Sati dan
Sampajañña. Kedua hal ini baru saja secara bersama-sama kita
pelajari.

Akan tetapi masih ada hal-hal yang harus kita pelajari. kita harus
menyadari bahwa bukan hanya diri kita sendiri yang berada dalam
dunia ini melainkan kita bersama-sama dengan masyarakat lainnya
yang berkelompok seperti dalam rumah, dalam vihara, dalam
kampung, dalam desa, dalam kecamatan, dalam kabupaten, dalam
propinsi dan dalam tempat lainnya di dunia.

2. Bila kclompok-kelompok umat manusia itu mempunyai nama maka
akan banyaklah nama kelompok, tapi bila hanya diberi satu nama saja
maka disebut Loka atau dunia yang berarti kelompok manusia,
golongan manusia.

Contoh kata-kata tersebut di dalam kalimat:

- Meletusnya perang dunia berarti kelompok-kelompok manusia
yang sedang berperang.
- Memberitahukan dunia berarti mengumumkan sesuatu hal
untuk diketahui banyak manusia.
- Persatuan Bangsa-Bangsa berarti organisasi yang didirikan oleh
berbagai macam bangsa.

Pemakaian kata-kata dunia dalam contoh kalimat di atas adalah
untuk memberikan pengertian kepada kita bahwa kata itu bukan
hanya berarti bumi saja tetapi dapat juga berarti masyarakat.
Pemakaian kata seperti ini sudah banyak kita jumpai.
Dengan berkembangnya bahasa pada zaman inidan juga untuk
kepentingan para siswa maka kata-kata di atas dapat diganti
dengan menggunakan kata publik, organisasi, pertemuan,
kelompok ataupun golongan.

3. Memperhatikan Dunia

Seperti kita ketahui dengan jelas bahwa kehidupan kita ini berkaitan
erat dengan dunia. Kita semua dilahirkan di dunia, hidup di dunia dan
menggunakan dunia ini untuk kepentingan hidup. Sanak keluarga kita
berada di dunia, agama kita berlokasi di dunia, semua harta yang kita
harapkan berada di dunia, setiap sendok makanan demi
kelangsungan hidup kita merupakan materi dari Dunia, perbuatan
baik kita akan dipuji oleh orang-orang di dunia demikian pula dengan
perbuatan jahat kita akan dicela oleh orang-orang di dunia, setelah
meninggal dunia badan jasmani kita tinggalkan di dunia.
Berdasarkan keterangan di atas maka secara singkat dapatlah kita
katakan bahwa Dunia merupakan tempat tinggal kita, oleh sebab itu
kita patut memperhatikan dunia.

4. Kebiasaan Sang Arahanta Sammasambuddha memberikan khotbah
atau mengajarkan Dhammacariya dimulai dari dasar. Hal ini sesuai
dengan yang beliau ajarkan untuk menghindari kejahatan, yang
biasa, kejahatan umum, yaitu dengan melaksanakan Pancasila.
Demikian pula halnya dalam berbuat kebaikan atau
Dhammacariya. Apa sebenarnya yang merupakan dasar permulaan
yang perlu kita lakukan dalam berbuat kebaikan atau Dhammacariya?
Jawab : Yang terlebih dahulu harus kita lakukan adalah membuat
dunia atau masyarakat menjadi damai.

Masalah hari ini adalah bagaimana caranya agar dunia ini selalu
memperoleh ketenangan, ketertiban serta kedamaian.

5. Yang melindungi Dunia
Menurut keyakinan berbagai macam agama, pengertian akan
pelindung Dunia itu bermacam-macam. Ada yang menganggap
bahwa Dewa, Dewa Catulokapala, Tuhan, Setan, Bintang, Bulan,
Naga dan lain sebagainya adalah pelindung dunia sehingga dunia
menjadi tenang, aman dan damai.Tetapi bagaimanakah kenyataannya?
Ternyata di laut, di samudera masih saja ada perompak. Di hutanhutan
masih saja ada pemburu demikian pula halnya dengan di sorga
sering terjadi perang antar para dewa.

Berdasarkan kenyataan di atas maka nampaklah kurangnya
pengertian dan adanya ketergantungan dalam menentukan
pelindung dunia. Kita umat manusia hanya dapat menanyakan pada
diri sendiri dan menjawabnya sendiri pula.

6. Dhamma Pelindung

Sang Arahanta Sammasambuddha mengajarkan kepada kita bahwa
damai atau tidaknya dunia itu tergantung kepada manusia-manusia
yang diam di dunia itu. Marilah kita renungkan terjadinya
pembunuhan yaitu adanya saling bunuh membunuh antar
manusia, perampokan di mana manusia merampok manusia lain;
penipuan yaitu manusia menipu manusia lain, keributan terjadi
karena minum minuman keras yang memabukkan dan lain
sebagainya.

Semua kejadian dan keributan di atas disebabkan oleh tingkah laku
manusia bukan disebabkan oleh setan-setan.
Oleh sebab itu kita sebagai umat manusia harus memberikan
perlindungan terhadap dunia demi memperoleh ketenangan dan
ketenteraman dunia.

Maka bagaimanapun juga setiap orang haruslah memiliki dua
Dhamma yaitu Hiri dan Ottappa untuk dijadikan dasar hati. Hiri berarti
malu akan perbuatan jahat. Ottappa berarti takut terhadap akibat
perbuatan jahat.

Para siswa diminta untuk mengerti dengan sejelas-jelasnya arti dua
Dhamma ini.

7. Hiri - Ottappa

Untuk pertama kali ini para siswa diminta untuk memperhatikan
keadaan batin yaitu Hiri yang berarti malu dan Ottappa yang berarti
takut. Apakah perbedaan antara malu dan takut?
Para siswa diminta untuk berlatih memberikan perbedaan yang jelas
antara malu dan takut. Apabila mereka dapat menjelaskan
perbedaan ini dengan baik dan jelas maka selanjutnya mereka dapat
menjelaskan Dhamma dengan baik. Dua hal tersebut di atas
merupakan hal yang abstrak (Nāmadhamma) dan mempunyai ciri-ciri
yang sangat sama.

Ciri-ciri perbedaannya dapat diumpamakan sebagai berikut:
Bila anda seorang yang agak terkenal atau ternama, pada suatu hari
berjalan di muka orang banyak dan tanpa disengaja menginjak kulit
pisang yang dibuang sembarangan. Karena licin maka anda terjatuh,
bagaimanakah perasaan anda pada saat itu? (perasaan malu
bukan?).

Kemudian anda melanjutkan perjalanan melalui sebuah hutan dan
secara tiba-tiba ada seekor macan di hadapan anda, bagaimanakah
perasaan anda pada saat itu? Apakah perasaan malu yang timbul
sama dengan perasaan malu pada waktu anda terjatuh tadi? Bukan
perasaan malu yang timbul melainkan perasaan takut.

Kalau begitu bagaimanakah perbedaan antara malu dan takut. Dalam
kitab suci komentar Itivuttaka dijelaskan bahwa Hiri dapat diibaratkan
sebagai alasan interen yaitu sesuatu yang dianggap penting yang
timbul dari dalam diri kita sendiri, misalnya diri sendiri merasa bahwa
kita seorang bhikkhu, samanera, pelajar; sedangkan Ottappa dapat
diibaratkan sebagai alasan eksteren yaitu sesuatu yang ada di luar diri
kita, misalnya adanya harimau, meja, buku dan lain-lainnya. Dengan
demikian jelaslah perbedaan alasan itu dan para siswa diminta untuk
merenungkan contoh-contohnya.

Orang jatuh yang disebabkan karena menginjak kulit pisang pada
pertama kali akan berpikir bahwa ia seorang dewasa yang dihargai
tidak pantas untuk jatuh. Pemikiran semacam ini merupakan
penjelasan alasan interen yang merupakan komentar dari guru
besar dalam Atthakatācariya.

Sedangkan orang yang terkejut dan takut melihat harimau besar yang
lapar dan galak, ia tidak memikirkan akan diri sendiri sebagai
seorang bhikkhu, samanera, pelajar melainkan memikirkan harimau
yang ada di hadapannya. Pemikiran yang seperti ini oleh guru besar
dikatakan sebagai alasan eksteren.

Biar bagaimanapun guru besar dapat mengerti secara mutlak arti
dari Hiri- Ottappa ini. Hiri berarti malu Pāpa, yaitu malu akan
perbuatan jahat. Ottappa berarti takut Pāpa yaitu takut akan akibat
perbuatan jahat.

8. Batas Manusia dan Binatang

Marilah kita bersama-sama merenungkan sedikit lagi tentang
adanya dua macam makhluk di dunia ini yaitu manusia dan binatang.
Kedua makhluk ini mempunyai instinct (naluri) yang hampir sama,
misalnya sama-sama memiliki rasa cinta, nafsu keinginan, keinginan
untuk hidup lebih lama lagi serta kemarahan dan lain sebagainya.
Semua jenis binatang pun mempunyai tindakan yang hampir sama
seperti saling membunuh, saling menyakiti, saling bersaing dan juga
saling bergaul.

Manusia merupakan suatu pengecualian karena dapat bertindak
sepantasnya. Tetapi terkadang manusia serakah, selalu ingin
berbuat namun masih membeda- bedakan mana yang patut untuk
dilakukan dan mana yang tidak patut untuk dilakukan.
Misalnya: Dalam perkawinan, berumah tangga, ada hal-hal yang
harus dihindari seperti waktu yang harus dihindari atau
pun tempat-tempat tertentu yang harus dihindari. Maka
dari itu manusia masih dapat hidup tenang dan damai.
Adanya kesadaran manusia untuk menghindari hal-hal yang tidak
pantas ini disebabkan oleh batin mereka yang berisi dengan Hiri-
Ottappa.

Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa adanya Hiri dan Ottappa
lah yang membedakan antara manusia dan binatang. Demikian pula
sebaliknya bila kedua Dhamma ini dicabut maka manusia dan
binatang tidak begitu berbeda.
Itulah perbedaan-perbedaan antara manusia dan binatang dalam hal
tindak tanduk dan kelakuan.

9. DEVADHAMMA

Terdiri dari Kata: DEVA dan DHAMMA.
Sang Arahanta Sammasambuddha amat memuji mereka yang
mempunyai Hiri-Ottappa walaupun tidak dapat menerangkannya
dengan lengkap, tapi berdasarkan pengamatan beliau di beberapa
tempat, Hiri-Ottappa ini merupakan Devadhamma yaitu sifat yang
menjadikan seseorang laksana dewa. Hal ini pernah dinyatakan
sendiri oleh Sang Tathāgata di dalam syair berikut ini:

HIRI OTTAPPA SAMPAṆṆĀ SUKKADHAMMASAMAHITA
SANTO SAPPURISĀ LOKE DEVADHAMMATI VUCCARE

artinya:

Seseorang yang mempunyai Hiri-Ottappa, bagaikan memegang
Dhamma yang putih seperti seseorang yang mempunyai
Devadhamma yang berarti mereka memiliki sifat luhur.

10. SUKKADHAMMA.

Silakan para siswa meneliti Hiri-Ottappa ini.
Sang Buddha mengatakan bahwa bila kita mempunyai
Sukkadhamma (Dhamma yang bersih) maka dapat menjadikan kita
sebagai Buddhamāmaka - Buddhamimikā yang bersih, Upasaka -
Upasika yang bersih suami yang bersih, istri yang bersih.

11. Pertanyaan-pertanyaan

Yang terakhir Kali yang patut dipikirkan adalah malu dan takut.
Maksud dan tujuan dari pelaksanaan ini adalah sebagai Dhamma
pelindung dunia.

Bila kita menemukan pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah
ini maka bagaimanakah kita harus menjawabnya, contoh:
Tanya: Apakah cukup apabila salah satu saja yang harus kita
jalankan, sebab jika seseorang mempunyai rasa malu
maka sudah tentu orang itu tidak akan melakukan
kejahatan karena takut akan kejahatan.

Jawab: Hanya dengan menjalankan salah satu saja sudah tentu
tidaklah dapat mencukupi sebab manusia mempunyai dua
sifat dalam melakukan kejahatan, yaitu:

1. Ada yang mempunyai sifat malu tapi tidak mempunyai
sifat takut. contoh: ia adalah seseorang yang mempunyai
sifat malu, pada suatu hari ia dihina oleh orang lain yang
membuat ia menjadi malu bukan malu. Karena tidak ada
rasa takut maka ia berani membunuh orang itu yang
akhirnya ia harus dihukum mati atau dihukum seumur
hidup.

2. Ada yang mempunyai sifat takut tapi tidak mempunyai
sifat malu. contoh: ia adalah seorang pemberani dan
telah berhutang bertahun- tahun. Pada suatu hari ia
mendapat panggilan dari pengadilan, karena merasa
takut akan dipenjarakan maka barulah ia mau berunding.
Orang yang banyak berurusan dengan administrasi negara,
organisasi lainnya bila tidak mempunyai Hiri - Ottappa maka akan
menjadi orang yang susah diurus serta suka membuat keributan dan
kesalahan.

12. Cara mengembangkan Hiri - Ottappa

Di Dunia ini banyak hal-hal yang dapat merangsang nafsu indria,
yang menjadikan seseorang lupa akan Hiri - Ottappa.
Oleh sebab itu dalam Kitab Suci Komentar Itivuttaka dijelaskan
bahwa ada empat prinsip yang harus dipraktekkan untuk
mengembangkan Hiri - Ottappa, yaitu:

a. Merenungkan akan turunan

misalnya: Kita sadar bahwa kita berasal dari keturunan baik-baik
mempunyai orang tua yang berpendidikan maka kita
tidak patut untuk melakukan kejahatan.

b. Merenungkan akan usia

misalnya: Kita sadar bahwa kita sudah dewasa, cukup usia dan
telah menjadi orang tua dari anak-anak kita maka kita
tidak patut untuk melakukan kejahatan.

c. Merenungkan akan kemampuan

misalnya: Kita sadar bahwa kita adalah orang yang mempunyai
pendidikan, maka tidak patut melakukan perbuatanperbuatan
jahat seperti yang dilakukan oleh orangorang
tidak berpendidikan dan berbudi rendah.

d. Merenungkan akan pendidikan

misalnya: Kita sadar bahwa kita adalah seorang yang terpelajar,
pernah menjadi guru, dosen, pimpinan dan sebagainya
maka kita sadar bahwa kita tidak patut melakukan
kejahatan, lain halnya dengan mereka yang tidak
berpendidikan sama sekali, mereka mampu
melakukan perbuatan jahat. Tetapi ada juga mereka
yang tidak terpelajar pun masih tetap bekerja dengan
wajar.

No comments:

Post a Comment