Sunday, October 13, 2019

Madu Dan Racun. - Y.M. Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera.

Madu Dan Racun.

Y.M. Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera.

Saudara-saudara yang berbahagia... Atas permintaan saudara-saudara
sekalian dengan sangat gembira malam hari ini, saya bersama dengan
Bhante Sombat hadir di tengah–tengah saudara dengan satu tujuan,
tidak lain dan tidak bukan adalah menggunakan kesempatan ini untuk
bersama-sama belajar Dhamma.

Saudara-saudara yang berbahagia... Dibandingkan dengan agama agama
yang lain, agama Buddha termasuk agama yang tertua. Sebelum
agama dan kepercayaan-kepercayaan lain muncul di dunia ini, agama
Buddha sudah lebih dahulu dikenal oleh umat manusia lebih dari 2500
tahun yang lampau. Waktu itu negara Eropa, negara-negara Barat masih
primitif, masih belum maju dan beradab seperti sekarang, Sang Buddha
telah mengajarkan Dhamma yang memang luar biasa.
Saudara-saudara... Meskipun agama Buddha muncul 2500 tahun yang
lampau, bukan berarti apa yang Sang Buddha ajarkan itu sesuatu yang
sudah ketinggalan jaman sehingga perlu diperbaiki, sehingga perlu
direvisi. Justru saudara sekalian, orang-orang besar di dunia ini
mengakui bahwa ajaran agama Buddha sekarang ini lebih kelihatan
relevan dan memang lebih relevan, artinya lebih cocok dengan kemajuan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu saudara sekalian... Sebenarnya
saudara dan saya bisa lebih banyak memperoleh manfaat dari agama
Buddha kalau kita semua ini mau belajar meneliti lebih dalam dan lebih
seksama ajaran Sang Buddha.
Kalau kita hanya sekedar mengenal agama Buddha, kalau kita sekedar
hanya menganut agama Buddha, kalau kemudian kita hanya sekedar
melakukan sembahyang, puja, kebaktian dan tidak berusaha mencari
tahu, tidak berusaha mengerti apa yang sesungguhnya Sang Buddha
ajarkan, kita tidak mungkin mendapatkan manfaat yang lebih banyak.
41
Banyak manfaat dari ajaran Sang Buddha yang masih tersembunyi,
banyak manfaat dari ajaran Sang Buddha yang belum pernah kita kenal.
Oleh karena itu makin banyak kita belajar, makin banyak kita meneliti,
mendalami apa yang Sang Buddha ajarkan dan kemudian menghayati,
maka makin banyak manfaat yang bisa kita petik dari ajaran Sang
Buddha.
Saudara-saudara sekalian, 2500 tahun yang lampau hingga sekarang,
ajaran Sang Buddha ini berkembang dari India di sebelah barat sampai
ke ujung Jepang sebelah timur, dari Sri Lanka sebelah selatan sampai
ke Tibet sebelah utara, dari Eropa sampai ke Australia ke Amerika.
Dalam perjalanan sejarah selama 2500 tahun ini saudara sekalian...
agama Buddha dengan damai diterima oleh bangsa-bangsa di dunia ini
tanpa menggunakan kekerasan sedikitpun dan tanpa mendapatkan
perlawanan dari bangsa-bangsa yang kenal agama Buddha. Oleh
karena memang sejak dahulu sampai sekarang semangat ajaran Sang
Buddha ini adalah semangat yang lemah lembut, semangat yang cinta
damai, semangat yang penuh dengan toleransi tetapi tetap
mempertahankan ajaran-ajaran yang mendasar dari ajaran Sang
Buddha itu sendiri.
Saudara-saudara sekalian... Karena perjalanan sejarah yang cukup
panjang (2500 tahun) itu kadang-kadang ajaran Sang Buddha ini
terbungkus... terbungkus oleh bermacam-macam bungkus yang
berwarna-warni yang kadang-kadang orang susah melihat isi yang
sesungguhnya.
Kalau masyarakat melihat agama Buddha, kalau masyarakat melihat
umat Buddha, mereka tidak gampang simpati, apalagi jatuh cinta kepada
agama Buddha. Apa sebabnya saudara? Oleh karena yang kelihatan di
luar, yang menjadi kesan pertama bagi masyarakat terhadap umat
Buddha, terhadap agama Buddha ini sungguh kurang menarik. Kalau
masyarakat melihat saudara-saudara, "Oh... umat Buddha ini kalau
sembahyang sakepenake dewe (seenaknya sendiri)". Pakaiannya tidak
diperhatikan, kadang-kadang pakai celana pendek, pakai kaos, apalagi
42
duduknya di bawah, tidak rapi tidak necis. Ini sudah membuat kesan
tidak gampang, tidak senang orang ikut dengan saudara.
Kesan seperti ini tidak bisa membuat mereka jatuh cinta kepada saudara,
apalagi kemudian melihat agama Buddha ini sembahyangnya pakai
altar, pakai patung-patung bahkan kadang-kadang patungnya besar
sekali, dan kemudian patungnya banyak. Orang kemudian berpikir, "Oh
tentu agama Buddha ini satu agama yang mengajarkan kita untuk
menggantungkan diri kepada patung-patung, memohon-mohon kepada
patung-patung, ah... ini tentunya agama yang sudah ketinggalan jaman,
satu agama yang sudah tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, satu
agama yang tidak mempunyai daya tarik, satu agama yang tidak menarik
saya". Kemudian mereka tidak simpati kepada kita. Saudara-saudara
sekalian, inilah kesan-kesan pandangan pertama bagi masyarakat
terhadap saudara, terhadap kita, terhadap agama kita yang
menimbulkan rasa tidak simpatik dan sulit untuk jatuh cinta kepada
agama Buddha.
Sesungguhnya tidak menjadi soal saudara... memang sepintas agama
Buddha ini tidak bisa mengundang orang cepat jatuh cinta apalagi kalau
altarnya banyak patung dan kemudian banyak sesajian... ada pisang,
ada jambu, ada roti, ada buah-buahan. Orang kemudian mengatakan:
"Meja sembahyang kok seperti apa... supermarket. Apakah ini satu
agama yang masih bisa kita pakai?" Saudara sekalian, tidak menjadi
soal pandangan masyarakat kepada kita. Memang di Jawa ada orang
yang mengatakan demikian, "Yang perlu...kan hatinya, meskipun
wajahnya cantik kalau hatinya berbulu apa gunanya,meskipun wajahnya
jelek tapi kalau hatinya mulia tentu dicari orang" ... hanya mungkin tidak
gampang menarik orang.
Saudara sekalian... Tetapi kalau mereka-mereka yang mempunyai salah
pengertian kepada agama Buddha terhadap ajaran yang kita anut ini
mau sedikit membuka telinga, mendengar dan mengerti apa yang
sesungguhnya diajarkan oleh agama Buddha, mereka mau tidak mau
akan memberikan hormat yang setinggi-tingginya terhadap ajaran Sang
Buddha.
43
Orang-orang besar, orang-orang pandai di dunia ini saudara sekalian...
kalau saudara membaca buku-buku, saudara akan melihat orang-orang
besar di dunia ini menghargai begitu tinggi sekali terhadap ajaran Sang
Buddha. Apa sebabnya? Oleh karena ajaran Sang Buddha ini satu
ajaran yang berusaha membawa kita mempunyai satu pegangan yang
universal. Ajaran Sang Buddha bukan satu ajaran yang membawa kita
pada diskriminasi, satu ajaran yang berusaha mengangkat derajat
manusia ini dengan kemampuannya sendiri, satu ajaran yang mengajak
kita untuk berpikir dewasa, satu ajaran yang tidak menghendaki kita ini
suka menggantungkan diri kepada siapapun juga, tapi satu ajaran yang
mengingatkan kepada kita, menyadarkan kita, membangunkan kita,
"Ayo… mari bertanggung jawab atas hidupmu masing-masing".
Memang ini susah saudara, yang paling mudah adalah kalau orang lain
mau menanggung kita, yang paling mudah adalah kalau kita ini di dalam
kesulitan dan saat kita memohon sesuatu kemudian dengan segera
kesulitan itu bisa teratasi. Menggantungkan diri pada sesuatu,
mengharapkan sesuatu, adalah sesuatu yang paling disukai manusia,
memohon sesuatu, meminta sesuatu adalah sesuatu yang paling
gampang dan paling disukai manusia.
Andai kata saudara sekalian... ajaran Sang Buddha ini kemudian karena
disulap menjadi demikian, ajaran Sang Buddha ini oleh karena sudah
kuno harus diperbaharui. Ajaran agama Buddha yang baru ini
berbunyi demikian: Kalau saudara punya kesulitan/persoalan... dan
semua manusia tentu punya kesulitan dan persoalan ini, tidak usah
repot-repot, saudara cukup menyebut satu doa misalnya, satu
mantra misalnya, satu jampe-jampe misalnya, 'NamoHompimpa'
misalnya demikian... tanggung beres, cita-cita (keinginan) tercapai,
kesulitan teratasi. Siapa yang tidak senang saudara? Siapa yang
tidak tertarik? Dan ini memang menarik.
Tetapi ingat, ajaran yang demikian sesungguhnya seperti saudara
diberi racun yang rasanya madu... enak, nanti sebentar mati. Yang
mati bukan saudara, yang mati pengertian saudara, bukan racun di
tangan kanan madu di tangan kiri (salah satu bait lagu Indonesia
Red.). Ajaran seperti yang saya sebutkan tadi seperti racun yang
rasanya madu... seperti Baygon yang rasanya jeruk.

Saudara sekalian... Kalau kita mau meneliti ajaran Sang Buddha, maka
ajaran Sang Buddha ini sesungguhnya satu ajaran yang berusaha
menguraikan, menjelaskan, menganalisa dengan jelas sekali tentang
kehidupan kita. Belajar agama Buddha berarti belajar agama
kehidupan, oleh karena tidak ada satu kalimat pun yang diajarkan Sang
Buddha yang tidak berhubungan dengan kehidupan.

Saudara sekalian... Kalau kita mau meneliti kehidupan kita dengan jujur,
kita akan sadar apa yang menjadi kebutuhan kita: makan, pakaian, uang
terus terang ini, obat-obatan, rumah, pendidikan, nama yang harum,
syukur kekuasaan, kedudukan yang tinggi. Tetapi manusia tidak hanya
perlu yang itu saja saudara, ada satu yang diperlukan manusia, yang
lebih penting dari semuanya itu dan tanpa yang satu ini kehidupan
saudara tidak ada artinya, tanpa yang satu ini kehidupan saudara tidak
mempunyai arah kemana saudara harus pergi. Makan memang perlu,
uang perlu, rumah perlu, anak-anak bisa sekolah sampai selesai, tetapi
ada satu yang lebih perlu yang kadang-kadang kita abaikan, yang satu
ini tidak lain adalah keyakinan saudara.

Orang yang hidup tanpa keyakinan hidupnya tidak mungkin akan
berarti, orang yang hidup tanpa keyakinan hidupnya tidak mempunyai
arah. Mengapa demikian? Kalau saudara tidak yakin bahwa hadir di
tempat ini membawa manfaat, tidak mungkin saudara jauh-jauh datang
dan duduk di tempat ini. Kalau anak-anak tidak yakin bahwa sekolah itu
ada gunanya maka anak-anak ini tidak akan pernah semangat di dalam
sekolah... andai kata toh sekolah, sekolahnya terpaksa.

Kalau misalnya saudara mempunyai usaha percetakan, waktu saudara
akan memulai membuka percetakan ini, waktu mempunyai gagasan
saudara akan membuka percetakan, kalau saudara tidak yakin bahwa
usaha percetakan ini membawa manfaat, tidak yakin, "Ah… nanti saya
membuka usaha percetakan ini bukan malah mendapatkan untung
malah bisa bangkrut". Kalau saudara tidak yakin bahwa usaha saudara
membuka percetakan ini membawa manfaat tentu tidak mungkin
saudara akan membuka percetakan.

Misalnya saudara membuka kerjasama warung nasi murah dengan
teman saudara, kalau sebelum usaha ini saudara mulai, saudara rekenreken,
hitung-hitung, kemudian saudara mengambil kesimpulan, "Saya
tidak yakin kalau usaha membuka warung murah ini akan membawa
manfaat dan keuntungan bagi saya. Saya ragu-ragu karena menurut
perhitungan saya banyak ruginya,untungnya sedikit, bahkan mungkin
tidak untung". Kalau saudara akan mulai bekerja sudah tidak yakin
bahwa pekerjaan saudara itu membawa manfaat, tentu tidak mungkin
saudara akan memulai, andai kata dipaksa memulai pekerjaan...
saudara akan kerjakan dengan terpaksa, tidak ada pikiran bahagia,
tidak ada pikiran gembira, tertekan karena terpaksa.

Saudara sekalian... Tidak hanya dalam bekerja, tidak hanya dalam
kehidupan sehari-hari dalam sepanjang kehidupan ini saudara
memerlukan keyakinan. Saudara harus mempunyai sesuatu yang
benar-benar saudara bisa pegang sebagai sesuatu yang benar.
Setiap manusia (kita), memerlukan sesuatu yang bisa dipercayai, bisa
dipegang sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh benar yang akan
saya pegang sampai akhir hidup saya sebagai pedoman bahwa memang
ini adalah benar.

Kalau saudara tidak mempunyai keyakinan yang demikian, hidup
saudara akan terombang-ambing, saudara tidak mempunyai arah, tidak
mempunyai semangat, tidak mempunyai kompas ke mana saya harus
pergi, tidak mempunyai kepastian bagaimana yang saya kerjakan ini
oleh karena saudara tidak mempunyai keyakinan. Keyakinan adalah
sesuatu yang bisa dipegang dan diyakini bahwa itu benar,
dipertahankan sampai akhir hidupnya. Keyakinan itulah yang nanti
akan memberikan arah bagi kehidupan saudara, memberikan semangat
dan membuat saudara bisa tahan menghadapi segala macam persoalan
dalam kehidupan ini karena mempunyai sesuatu yang bisa dipegang
sebagai pedoman, sebagai petunjuk dan sudah dipercayai, diyakini
sesuatu yang sungguh-sungguh benar.

Saudara sekalian, apakah yang perlu kita yakini sebagai sesuatu yang
sungguh-sungguh benar? Ada empat dan tidak sulit:

1. Setiap umat Buddha sudah seharusnya yakin bahwa di dunia
ini memang ada dua macam perbuatan, perbuatan baik dan
perbuatan yang tidak baik.

Saudara sekalian... Perbuatan baik dan perbuatan tidak baik ini adalah
jelas tidak bisa dikompromikan. Perbuatan baik adalah jelas sebagai
perbuatan yang baik, perbuatan yang tidak baik adalah jelas sebagai
perbuatan yang tidak baik. Mengapa jelas saudara sekalian? Oleh
karena antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang tidak baik ini
memang benar-benar berbeda, berbeda wujudnya, berbeda akibat yang
akan dihasilkan oleh dua macam perbuatan ini.

Ada orang mengatakan, "Ah... Bhante. Perbuatan baik dan tidak baik
ini kan relatif, tergantung yang memberikan merk, dia mengatakan
perbuatannya baik, bagi saya tidak baik, perbuatan ini bagi saya baik,
bagi dia mungkin tidak baik. Oleh karena itu menurut saya Bhante,
perbuatan baik dan tidak baik ini tergantung manusia yang menamakan".
Ini tidak benar saudara, tidak benar oleh karena perbuatan baik dan
perbuatan tidak baik itu jelas bedanya dan juga jelas akibatnya.
Perbuatan baik dan tidak baik ini tidak bisa dikawinkan menjadi satu
macam perbuatan yang setengah baik dan setengah tidak baik.
Perbuatan baik dan tidak baik ini tidak bisa dikompromikan, "Saya ini
Bhante, yah… kalau dilihat kan tidak terlalu tidak baik, toh saya ini kan
tengah-tengah, yang baik sedikit... tidak baik sedikit".

Saudara sekalian mungkin kenal jenang (dodol). Dodol atau jenang ini
dikatakan nasi bukan dikatakan bubur bukan, itulah dodol. Dodol ini
adalah setengah nasi setengah bubur, tidak ada perbuatan yang
semacam dodol ini saudara. Baik dan jahat dikawinkan menjadi
perbuatan seperti dodol tidak ada. Oleh karena antara perbuatan baik
dan tidak baik ini jelas bedanya, jelas pula akibatnya. Apakah yang
disebut 'baik' saudara? Semua perbuatan yang kalau saudara
kerjakan akan mengakibatkan berkurangnya penderitaan berarti
berkurangnya serakah, berkurangnya kebencian, berkurangnya
kegelapan batin, siapapun yang mengajarkan, siapapun yang
menganjurkan, agama manapun yang mengajarkan itu termasuk
perbuatan baik dan harganya tetap sama: 'baik'.

Apakah yang disebut perbuatan 'tidak baik' saudara? Perbuatan
apapun juga yang kalau saudara kerjakan membuat keserakahan
bertambah, rasa benci bertambah, kegelapan batin bertambah,
berarti bertambahnya penderitaan, maka jelas siapapun yang
mengajarkan, siapapun yang menganjurkan itu termasuk perbuatan
yang jahat: 'tidak baik', dan akibatnya adalah penderitaan.
Andai kata saudara berbuat jahat dengan kepandaian saudara, saudara
menceritakan kepada orang lain, menghasut yang lain dengan kelihaian
saudara sehingga orang lain bisa membenarkan perbuatan saudara, "Oh
memang benar saudara, membunuh itu memang baik", dengan alasan
demikian-demikian-demikian saudara bisa melakukan itu karena
kepandaian saudara, karena pengaruh saudara, tetapi hukum kamma
tetap berjalan sesuai dengan hukumnya, apa yang saudara kerjakan
tetap mempunyai nilai kejahatan dan pasti akan berakibat penderitaan.
Saudara bisa mencari alasan perbuatan saudara membunuh itu adalah
termasuk perbuatan yang baik, tetapi saudara tetap memetik
penderitaan, oleh karena pembunuhan baik siapapun yang melakukan,
siapapun yang mengerjakan tetap pembunuhan dan 'pembunuhan
adalah kejahatan'.

Dengan yakin bahwa di dunia ini ada dua macam perbuatan, satu
macam perbuatan disebut perbuatan baik, satu macam perbuatan
disebut perbuatan tidak baik, maka saudara akan bisa memilih mana
yang seharusnya saudara kerjakan, mana yang seharusnya saudara
cegah, jangan sampai saudara lakukan itu.
2. Semua perbuatan memberikan akibat, baik perbuatan yang
baik maupun perbuatan yang tidak baik, semuanya akan
memberikan akibat.Tidak ada perbuatan yang tidak berakibat. Semua
perbuatan akanmembuahkan akibat, perbuatan baik akan membuahkan
kebaikan atau kebahagiaan, perbuatan jahat akan mengakibatkan kejahatan
atau penderitaan. Ini adalah hukum saudara sejak kita belum dilahirkan, sejak
Sang Buddha belum dilahirkan, hukum ini sudah ada... Sang Buddha
bukan pembuat hukum, Sang Buddha bukan perangkai hukum. Tidak
mungkin dan tidak pernah terjadi perbuatan jahat akan mengakibatkan
kebahagiaan. Oh para Bhikkhu. Tidak pernah mungkin dan tidak pernah
akan terjadi perbuatan baik mengakibatkan penderitaan, perbuatan baik
pasti berakibat kebahagiaan, perbuatan jahat pasti membuahkan
penderitaan.

3. Yakin bahwa semua akibat perbuatan itu akan dipetik sendiri
oleh si pembuatnya, bukan orang lain.

Saudara gagal, saudara kecewa, saudara jatuh bangkrut, rintangan,
persoalan... semuanya ini adalah akibat perbuatan saudara. Demikian
juga sukses, bahagia, naik kelas, lulus, dapat pekerjaan yang baru,
kedudukan yang baru... semuanya ini juga akibat dari perbuatan
saudara.
Kehidupan ini bukan untung-untungan, saudara... seperti orang main
dadu. Kehidupan ini adalah perbuatan kita masing-masing. Saudara
akan sukses, saudara akan berhasil baik, memang itu tujuan saudara.
Tetapi jangan lupa, berusahalah saudara, tanpa usaha tidak mungkin
cita-cita saudara akan terwujud. Sembahyang perlu, doa perlu bukan
tidak perlu, tetapi sembahyang dan doa ini hanya bertujuan memperkuat
keyakinan kita, memperkuat iman semangat kita. Bukan berarti hanya
dengan doa dan sembahyang semuanya tercapai begitu saja, bukan
berarti hanya dengan doa dan sembahyang kemudian kekayaan runtoh
dari langit... tidak mungkin!

Dengan hadir pada kebaktian, mengikuti upacara-upacara keagamaan,
sesungguhnya kita berusaha untuk memperkuat keyakinan kita. Jangan
sampai keyakinan kita luntur, keyakinan untuk berjuang, berusaha
bekerja mencapai cita-cita kita... jangan saudara berharap hanya dengan
meminta segala-galanya akan terkabul.

Di jaman kehidupan Sang Buddha, waktu itu di India hampir semua
agama dikatakan agama Brahma. Masyarakat India waktu itu memuja
bermacam-macam dewa-dewa, apakah Sang Buddha kemudian
menentang dewa-dewa itu? Tidak. Sang Buddha mengatakan dewadewa
itu memang benar-benar ada, bukan tidak ada, hanya dewa-dewa
itu juga tidak kekal, mereka lahir sebagai dewa tetapi suatu saat mereka
akan mati, karena tidak ada kelahiran yang tidak berakhir dengan
kematian, yang namanya lahir pasti akhirnya mati, tidak ada lahir yang
sonder (tanpa) mati. Justru Sang Buddha mengajarkan hukum kamma
bahwa 'siapa berbuat, siapa berusaha dia akan mencapai' ...tanpa
usaha jangan harap saudara akan mencapai.Suatu ajaran yang asing,
suatu ajaran yang sulit diterima oleh masyarakat waktu itu, suatu ajaran
yang keras, suatu ajaran yang tidak bisa menina-bobokan, suatu ajaran
yang tidak bisa memberikan iming-iming

Iming-iming itu seperti berikut, "Kalau nanti kamu bisa menyelesaikan
pekerjaan ini dalam sehari nanti akan mendapatkan tambahan". Tapi
pada saat pekerjaannya selesai tambahannya tidak ada... itu imingiming.
Ajaran hukum kamma bukan suatu ajaran yang bisa memberikan
iming-iming. Memang bagi sementara orang susah menerima ajaran
hukum kamma ini, oleh karena ajaran hukum kamma ini mengajak
kita berpikir dewasa... Ayo berusaha, ayo berbuat, tanpa berusaha
dan tanpa berbuat, jangan harap engkau bisa memetik tanaman
orang lain. Sang Buddha menjelaskan... saudara mempunyai
kedudukan, dihargai, dihormati, semua karena akibat perbuatan
saudara.

Demikian pula sebaliknya... dicela, dihina, dimaki-maki juga akibat
perbuatan saudara, jangan menyalahkan Tuhan. Orang yang mengerti
hukum kamma tidak akan menyalahkan Tuhan, oleh karena suka
dan duka, jatuh dan bangun akibat dari perbuatannya sendiri.
Saudara ingin kaya, saudara ingin punya wajah yang lumayan, ingin
mempunyai kedudukan yang tinggi bahkan ingin mencapai kesucian,
semuanya itu tergantung dari perbuatan saudara.

Semuanya ini Sang Buddha jelaskan dengan jelas sekali, sampai
saudara sekalian kalau saudara ingin punya anak yang baik, ini
terutama calon ibu... bisa! Ada caranya. Sang Buddha juga
menunjukkan cara ini kalau ibu-ibu kepingin punya anak, kepingin
anaknya yang nanti dilahirkan itu datang dari alam dewa bukan dari alam
setan... bisa! Ada caranya. Tetapi anak jangan banyak-banyak.
Bagaimana caranya saudara? Ibu–ibu ini harus bikin persiapan, kalau
tidak membuat persiapan tidak mungkin anaknya datang dari alam dewa.
Dalam agama Buddha kita yakin bahwa di mana ada kelahiran, sebelum
kelahiran itu terjadi pasti ada makhluk yang meninggal, makhluk yang
mati. Setelah makhluk itu mati atau meninggal dia akan lahir kembali di
alam yang lain, sesuai dengan perbuatannya. Nah, kalau ibu-ibu
menginginkan anaknya yang dikandung, anaknya nanti yang dilahirkan
bisa datang dari alam dewa, perhatikan ini resepnya, jangan saudara
berpikir yang jelek-jelek. Seorang ibu yang ingin mempunyai anak yang
datang dari alam dewa, bukan dari alam setan, bukan dari alam
binatang... bisa, kenapa tidak bisa? Dan tidak usah mengkhawatirkan
jangan-jangan nanti anak yang dilahirkan ini datang dari alam binatang,
jangan-jangan anak yang dilahirkan ini nanti dari alam setan.
Kalau menginginkan anaknya datang dari alam dewa ini resepnya,
seorang ibu harus mempunyai:

1. Medhavini, artinya ibu ini harus agak cerdas tidak boleh blo’on.
Kalau ibunya blo’on tidak mungkin anaknya datang dari alam
dewa.

Jadi kalau saudara ingin anak dari alam dewa itu, tidak hanya cukup
minta, mohon, tetapi saudara harus membuat persiapan. Kalau
persiapannya tidak dibuat, tidak cocok sendernya (getarannya), tidak
mungkin ada dewa lahir menjadi anak saudara. Meskipun sudah minta,
yah minta dikabulkan, tapi dikasih anak yang datang dari alam tuyul...
mungkin ya. Pasti diberi apalagi kalau mintanya sungguh-sungguh.
51
Tetapi tunggu dulu, kalau persiapannya tidak beres yang datang juga
bukan anak dari alam dewa.
Kalau saudara ingin anak dari alam dewa, tidak hanya sekedar cukup
minta atau pasang kaul. Orang pasang kaul itu seperti orang meminta
iming-iming, lebih baik kalau saudara mau berdana untuk vihara ini, tidak
usah kaul. Saudara tahu kaul, "Bhante…nanti kalau saya lulus ujian
saya akan dâna untuk Bhante satu jubah". Nah kalau nggak lulus, nggak
jadi dâna. Ini kan seperti orang iming-iming. "Eh kamu jangan nangis,
nanti kalau nggak nangis dikasih permen" ...kalau nangis ya tidak diberi
permen.

Jangan kepada dewa, kepada yang dihormati, ini kemudian merupakan
iming-iming. Kalau saudara mau berdana, dâna… setelah berdana baru
bertekad, "Dengan kekuatan perbuatan baikku ini semoga
daganganku bisa lebih baik". Jangan kemudian dibalik, "Kalau
daganganku menjadi baik, baru nanti akan memberikan sumbangan
lampu, kalau nggak jadi baik, ya nggak".

2. Sîlavati, artinya ibu ini harus punya moral, harus menjaga
Pañcasîla. Kalau sering melanggar Pañcasîla tidak mungkin
anaknya datang dari alam Dewa.

3. Nah ini agak susah, dalam bahasa Pali disebut Sasudeva
artinya seorang calon ibu (seorang istri) harus menghargai
mertua dan famili dari suaminya dengan ramah tamah seperti
menghargai dewa-dewa. Karena itu kalau ada menantu
perempuan yang tidak cocok dengan mertua, ini dewa tidak
mungkin lahir ke sana. Mulai sekarang kalau ada
ketidakcocokan ya diselesaikan saja.

4. Patibadha artinya seorang istri yang menginginkan anak datang
dari alam dewa harus setia kepada suami.

Ke empat cara ini, perbuatan sikap yang harus saudara punyai, supaya
nanti anak saudara lahir dari alam dewa. "Inikan 'Ibu'nya Bhante, lalu
'Bapak'nya bagaimana? Boleh sembarangan?" 'Bapak'nya juga ada
syarat,syaratnya juga empat, tapi sesungguhnya malam hari ini, saya
tidak akan cerita tentang mendapatkan anak dari alam dewa, karena itu
syarat untuk Bapak lain waktu saja, separuh dulu. Saya lihat tante-tante
ada yang gelong, gelong tahu ya? "Ah… sekarang Bhante". Apakah
yah… tante-tante masih kepingin punya anak yang datang dari alam
dewa?

Saudara-saudara sekalian... Apa yang saya jelaskan ini ada artinya,
bahwa ingin punya anakpun semuanya itu adalah akibat perbuatan.
Jangan harap kalau saudara tidak mempunyai perbuatan yang baik,
tidak mempunyai persiapan yang baik, saudara akan mendapatkan anak
yang baik. Tidak ada kejadian di alam semesta ini yang muncul begitu
saja, semua ada sebabnya dan sebabnya itu perbuatan kita masingmasing.
Kebahagiaan, keberhasilan adalah akibat perbuatan kita...
kegagalan, kekecewaan adalah akibat perbuatan kita. Tetapi jangan
kemudian saudara berkecil hati, tidak ada penderitaan yang kekal,
kejengkelan, ketidak-berhasilan, rintangan, problem, persoalan... ada
waktunya untuk berakhir. Jangan keburu saudara patah semangat tetapi
juga harus diingat keberhasilan juga tidak untuk selama-lamanya.
Ada saatnya kita berhasil, ada saatnya kita tenggelam. Berhasil...
kembali, jatuh... kembali, timbul persoalan... tenggelam, timbul yang
baru... tenggelam, demikian hidup ini. Kebahagiaan... tenggelam,
sukses... tenggelam, muncul... tenggelam, timbul... tenggelam, demikian
hidup ini sampai nanti kita mati, sampai lahir kembali, demikian kembali,
timbul... tenggelam, timbul... tenggelam, timbul... tenggelam. Apakah
saudara tidak bosan? Oleh karena itulah saudara sekalian,
menghadapi persoalan, menghadapi kesulitan, menghadapi
bencana jangan putus asa, oleh karena semuanya itu tidak kekal.
Demikian pula menghadapi keberhasilan, kesuksesan...jangan takabur,
jangan sombong, karena keberhasilan itupun tidak kekal.
Jadi saudara sekalian... Keyakinan kita ketiga ini adalah semua
perbuatan yang baik dan jahat itu berakibat dan akibat itu si pembuat
akan menerimanya sendiri, bukan anaknya, bukan cucunya.

Ada satu cerita perumpamaan yang menarik, ini hanya sekedar cerita,
saya tidak tahu apakah di sini ada kebiasaan itu atau tidak, kalau di Jawa
Tengah sana ada satu kota yang kalau ada Bhikkhu berkhotbah pasang
telinga baik-baik, kalau ada sesuatu yang aneh, kemudian dimistik,
pasang buntut: keluar!

Saudara sekalian... Ada satu Raja yang mempunyai empat Menteri,
tetapi yang selalu kelihatan hanya tiga Menterinya. Tiap hari masyarakat,
rakyatnya, hanya melihat bahwa Raja ini hanya mempunyai tiga Menteri,
tapi sesungguhnya Raja ini mempunyai empat Menteri. Tiga Menteri ini
kelihatannya cukup setia, selalu mengelilingi, selalu kelihatan dekatdekat,
di mana ada Raja... di mana ada ketiga-tiganya. Tetapi Menteri
yang ke-empat ini tidak pernah muncul, andai kata muncul jarang sekali,
sampai orang tidak mengerti dan menganggap Raja ini hanya
mempunyai tiga Menteri.

Suatu saat kerajaan ini terbakar diserang musuh, Rajanya kabur lewat
pintu belakang kemudian siapa yang setia, tiga Menteri ini tidak berani,
tidak bersedia mengikuti Raja meninggalkan istana, tidak berani
melindungi dan menyelamatkan Raja, tetapi waktu Raja keluar melalui
pintu belakang, di situ sedang menunggu Menteri yang ke-empat, yang
menuntun Raja, yang membantu Raja ke mana Raja akan pergi
melarikan diri, ke Hawaii atau ke Amerika, seperti Marcos, tetapi cerita
ini bukan cerita Marcos. Apa artinya ini saudara sekalian... apa
perumpamaan dari cerita ini saudara? Tiga Menteri yang selalu
mengelilingi Raja itu seperti tiga hal yang selalu mengelilingi kita, apakah
itu? Kekayaan, kedudukan, dan nama harum.

Masyarakat biasanya mengukur seseorang itu karena kekayaannya,
karena kedudukannya di masyarakat dan juga masyarakat itu melihat
orang itu baik atau jelek karena namanya. Nama harum, pujian,
sanjungan, kedudukan, dan kekayaan yang selalu menyertai ke mana
saja orang itu pergi, dan orang lain selalu melihat ketiga hal ini.
Tetapi saudara harus sadar pada saat kematian nanti ketiga-tiganya
tidak bisa dibawa. Pujian, sanjungan, berhenti sampai kematian,
kekayaan stop sampai kematian, pangkat berhenti sampai kematian.
Menteri yang ke-empat adalah kebaikan, hanya perbuatan yang baik,
perbuatan baik itulah yang dilambangkan Menteri yang ke-empat, yang
akan bisa ikut waktu kematian ini tiba.

Kebaikan itulah yang akan ikut ke mana kita pergi sesudah kematian,
kebaikan itulah yang menghibur kita saat-saat terakhir nanti kita akan
menutup mata. Karena itu yang umurnya sudah dekat-dekat, saya tidak
menakut-nakuti, mumpung masih sehat ayo banyak berbuat baik. Siapa
nanti yang menghibur saudara pada saat saudara akan menutup mata,
meskipun ditunggui anak, ditunggui cucu, mereka tidak bisa menghibur,
hanya perbuatan baik yang bisa menghibur saudara. Tidak hanya
menghibur saat kematian, sesudah kematian kebaikan tetap akan
menyertai saudara ke mana saudara akan pergi.

Sesungguhnya tidak hanya kebaikan, perbuatan jahat pun juga akan ikut
ke mana saudara akan pergi. Perbuatan jahat merugikan saudara,
perbuatan baik membantu saudara, melindungi saudara —
Kammapatisarano. Kammapatisaranâ, pelindung saudara itulah
sesungguhnya perbuatan baik saudara sendiri.

4. Saudara-saudara sekalian, sekarang keyakinan yang keempat
adalah bahwa Sang Buddha Gautama ini benar-benar telah
mencapai penerangan sempurna.

Apa yang Sang Buddha ajarkan ini tidak seperti seorang filosof yang
mengajarkan filsafat. Sang Buddha ini bukan tukang otak-atik gatuk.
Tahu yah otak-atik gatuk itu? Otak-atik gatuk itu seperti guru, guru itu
diguguh dan ditiru artinya dipercaya dan dianut, bumi itu ibu pertiwi
katanya. Itu ilmu gatuk yah dicocok-cocokkan sampai cocok. Apa yang
Sang Buddha ajarkan bukan demikian, apa yang Sang Buddha ajarkan
benar-benar sesuatu yang dilihat oleh Sang Buddha sendiri pada saat
Beliau mencapai penerangan sempurna dengan kemampuan Beliau
sendiri, bukan diberi tahu oleh orang lain, bukan belajar dari guru yang
lain, bukan diberitahu oleh dewa yang lain, tetapi karena telah sempurna
paramita dalam kehidupan Beliau yang lampau, maka Pangeran
Siddhatta ini dengan kekuatannya sendiri mencapai penerangan
sempurna, melihat kesunyataan dan mengajarkan apa yang telah Beliau
lihat itu kepada kita.

Ini adalah keyakinan kita yang keempat, kita yakin bahwa apa yang Sang
Buddha ajarkan itu bukan pelajaran yang tiru-tiru. Bukan tafsiran saya,
tetapi benar Sang Buddha mengatakan demikian, dan bukan hanya
benar Sang Buddha mengatakan demikian, saudara mendapatkan
jaminan apa yang Sang Buddha ajarkan ini, saudara bisa membuktikan
sekarang.

Keyakinan kita yang keempat adalah kita yakin sebagai seorang umat
Buddha, sudah tentu bahwa Guru agama kita Sang Buddha ini benarbenar
mencapai penerangan sempurna dan mengajarkan yang telah
Beliau lihat kepada kita.

Saudara sekalian, ajaran Sang Buddha ini banyak. Mengapa kita hanya
diajarkan, ditekankan untuk yakin pada hukum kamma? Empat
keyakinan ini kalau disingkat hanya menjadi dua keyakinan, yang
terakhir yakin bahwa Sang Buddha Gautama ini benar-benar mencapai
penerangan sempurna, yang ketiga ini yakin hukum kamma ini ada.
Tidak usah kita takut pada hukum kamma, karena kalau kita tidak
berbuat jahat, tidak mungkin hukum kamma itu akan memberikan buah
penderitaan kepada kita, dan kalau kita berbuat jahat... tidak ada yang
memberi, sudah otomatis penderitaan akan kita alami.
Saudara sekalian... Dengan mengerti hukum kamma ini, dengan yakin
pada hukum kamma ini membuat kita tidak putus asa dan berkeyakinan:

1. Semua penderitaan adalah akibat perbuatan kita, dan
penderitaan ini tidak kekal.

2. Orang yang mengerti hukum kamma tidak akan berhenti
berbuat baik, oleh karena meskipun orang ini berbuat baik
banyak, meskipun orang ini kemudian menderita, tidak berhasil
hidupnya, tidak sukses hidupnya, orang yang mengerti hukum
kamma tidak akan berhenti berbuat baik, oleh karena dia
yakin dan sadar bahwa perbuatan baik itu tidak mungkin
akan sia-sia, kalau tidak berbuah sekarang akan berbuah
sepuluh tahun kemudian, akan berbuah dihari tua
kemudian, juga akan berbuah pada kehidupan yang akan
datang.

Di agama yang lainpun perbuatan yang baik ini selalu dihargai,
tidak ada satu agamapun yang tidak menghargai perbuatan
baik, yang menghargai perbuatan jahat. Semua agama
menghargai perbuatan baik dan mencela perbuatan jahat.
Kalau ada satu agama yang mengajarkan ada surga, ada
neraka, maka nanti saya yakin bukan orang yang baik yang
masuk neraka, tetapi saya yakin seyakin-yakinnya meskipun
saya belum pernah melihat atau sudah pernah melihat tetapi
lupa, saya yakin seyakin-yakinnya kalau memang setelah
kematian ini tidak ada kelahiran kembali, tidak ada tumimbal
lahir, yang ada hanya surga dan neraka, saya tetap yakin bahwa
hanya orang baik yang masuk surga, orang jahat pasti masuk
neraka, tidak mungkin terbalik.

Oleh karena itu seperti yang saya sampaikan di depan, ajaran Sang
Buddha ini universal, orang boleh tidak senang agama Buddha tetapi
susah untuk membantah, semua orang punya pilihan.

Saya menjadi umat Buddha atau bukan, tetapi susah... susah untuk
membantah apa yang Sang Buddha ajarkan. Jarang saudara mencari
orang yang memuji kejahatan, jarang saudara mencari orang yang
mencela perbuatan yang baik. Di dalam satu khotbah yang disebut
Mahâcattârika sutta, Sang Buddha mengatakan, kalimat ini susah
untuk dimengerti, saya akan menyalin dengan kata-kata saya
sendiri.Kalau sampai ada seorang pandita, seorang brahmana,
seorang yang terpelajar, kalau sampai ada dewa, kalau sampai ada
orang bijaksana memuji kejahatan dan mencela kebaikan maka anjing
yang makan tai itu harus dipuji.

Apa artinya ini saudara sekalian? Ini artinya bahwa tidak mungkin di
dunia ini orang yang bijaksana, orang yang mengerti, akan mencela
kebaikan dan memuji kejahatan. Andai kata toh ada surga dan neraka
tidak ada kelahiran kembali, tidak ada inkarnasi, yang ada hanya surga
dan neraka, saya yakin sekali lagi dan keyakinan saya ini tetap akan
saya pertahankan sampai saya mati, andai kata tidak ada inkarnasi,
andai kata benar ada surga dan neraka sesudah kematian ini, saya yakin
hanya orang yang baik yang masuk surga dan orang yang jahat masuk
neraka, kalau tidak demikian, tidak mungkin terjadi.

Oleh karena itulah saudara sekalian... Mari kita berbuat baik, ini memang
susah. Ada satu pepatah untuk belajar berbuat baik perlu tiga tahun,
untuk belajar berbuat jahat cukup tiga hari. Memang perbuatan jahat itu
menggoda kita, karena kejahatan itu memberikan kenikmatan tetapi
penderitaan di kemudian, inilah racun yang rasanya madu. Kalau
kejahatan tidak memberikan kenikmatan, orang tidak terpikat
berbuat jahat. Karena kejahatan memberikan kenikmatan, kemudian
orang kepincut, kesengsem... terpikat berbuat jahat. Kebaikan
memberikan kebahagiaan, kebahagiaan tetapi tidak segera, kebaikan
tidak segera memberikan kebahagiaan, tetapi kebahagiaan yang
diberikan oleh kebaikan akan bertahan lama, hanya orang yang
mengerti yang mau berbuat baik.

Saudara-saudara sekalian... ada beberapa macam kebaikan, ada tiga
macam perbuatan yang baik, ada tiga kelompok perbuatan baik:

1. Dâna
2. Sîla
3. Bhâvanâ

Dâna adalah perbuatan baik yang paling gampang saudara, orang jahat
sekalipun bisa memberikan dâna, orang tidak punya sîla sekalipun bisa
memberikan dâna, orang tidak pernah meditasi sekalipun bisa
memberikan dâna. Kalau saudara ingin berbuat baik, berbuat baik yang
paling gampang adalah berdana, apakah memberikan nasehat, apakah
tenaga, apakah barang-barang, makanan, pakaian, dan segala macam.
Dâna yang paling tinggi menurut agama Buddha adalah dâna yang
dipersembahkan kepada Sangha yang datang dari empat penjuru,
artinya saudara berdana ini bukan kepada person (pribadi) Bhikkhu
tetapi kepada Sangha yang harus diterima minimal oleh empat
orang Bhikkhu, tidak boleh kurang. Ini dâna yang tertinggi, apa lagi
jika dâna ini diberikan pada saat Kathina, tetapi perbuatan baik ini bukan
perbuatan baik yang satu-satunya yang tertinggi, masih ada perbuatan
baik yang lain.

Meskipun orang memberikan dâna kepada Sangha, manfaat dari
kebaikan ini masih kalah dengan menjalani Pañcasîla, menjalani Sîla
itulah saudara-saudara sekalian... perbuatan baik yang jauh lebih susah
dari memberikan dâna, tetapi menjalani Sîla akan memberikan
manfaat yang lebih besar, lebih tinggi, dan lebih lama.
Sîla ini tidak hanya sekedar menghentikan kejahatan, tidak merugikan
orang lain tetapi juga bertanggung jawab, disiplin. Kalau diundang
rapat jam lima, tepat jam lima usahakan untuk hadir, syukur sepuluh
menit sebelumnya, kalau biasanya ada undangan rapat jam lima tepat
jam lima hadir, itu bukan biasa... sangat baik, kalau terlambat sepuluh
menit… baik, kalau terlambat setengah jam… biasa, kalau kurang
setengah jam sudah datang… luar biasa.

Saudara sekalian, menjalani Sîla termasuk menepati kewajiban,
bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya,
tidak separuh-separuh, tidak hanya mengendalikan diri dan tidak berbuat
jahat.

Sîla mempunyai arti yang luas, apakah kewajiban anak kepada orang
tua, istri kepada suami, suami kepada istrinya, orang tua terhadap anakanaknya,
saudara di tengah-tengah masyarakat di mana saudara
tinggal, ini adalah Sîla, Câritta Sîla —sesuatu yang harus dikerjakan.
Tidak membunuh, mencuri, berzinah, inipun Sîla, ini Vâritta Sîla —
sesuatu yang harus dihindari. Kewajiban adalah Sîla, bertanggungjawab
adalah Sîla, mencegah untuk tidak berbuat jahat itupun Sîla.
Tetapi, menjalani Sîla itu bukan perbuatan baik yang tertinggi, ada
kebaikan yang lebih tinggi yang lebih sulit untuk dilakukan, yaitu
Bhâvanâ — bermeditasi.

Saudara sekalian... Kemarin saya membaca buku yang diberikan oleh
seorang mahasiswa dari Yogya, yang diterbitkan oleh yayasan Kanisius,
Yayasan Katholik, yang ditulis seorang Pastur dari Wonogiri, sebaya
dengan saya. Tulisan buku ini adalah menjelaskan bahwa agama
Katholik ini mengambil sistem meditasi ini dari agama Buddha, terangterangan,
tidak sembunyi-sembunyi, jelas disebutkan, ini cara meditasi
agama Buddha.

Nah, saudara sekalian... Agama Buddha tanpa meditasi sesungguhnya
bukan agama Buddha, kalau sampai umat Buddha sendiri tidak meditasi
dan umat agama lain yang mengambil pelajaran dari kita untuk meditasi,
itu namanya dunia sudah terbalik.

Meditasi memang sukar, meditasi memang tidak gampang tetapi saya
tidak menuntut saudara untuk meditasi sehari penuh, cukup sehari
sekali. Berikan tenang pada pikiran saudara, berikan pikiran saudara
istirahat, mengaso dengan memusatkan pikiran. Bermeditasi maka
saudara akan memperoleh kekuatan, meskipun hanya sebentar,
manfaat meditasi ini jauh lebih besar dari menjalani Sîla dan Berdâna.
Berdana yang bagaimanapun juga, menjalani Sîla dengan sebaikbaiknya
masih kalah manfaatnya, kalau dibandingkan dengan bermeditasi. Meditasi
memang sulit, memang sukar, tetapi meditasi memberikan yang paling
banyak dan paling baik. Bukan berarti kita memilih salah satu dari yang tiga ini,
umat Buddha harus memupuk kebaikan, menambah kebaikan dengan tiga jalan ini:
  Berdana, menjaga kesusilaan, menjaga moral dan tidak lupa bermeditasi.

Saudara sekalian... Orang sering salah mengartikan demikian, dan ini
banyak terjadi pada hampir setiap umat Buddha. "Ah... saya ini tidak
maurepot-repot Bhante untuk ikut kegiatan ini kegiatan itu, urus Vihara,
rapatini rapat itu, urus sekolah minggu, dsb. Pokoknya saya ini kan
sudah mengendalikan diri, dalam agama Buddha yang penting kan
hanya mengendalikan diri. Saya kan sudah tidak menjahati orang lain,
…cukup perkara. Dia yang mau sibuk, biar dia yang pikul sendiri".
Ini di mana-mana saudara, kalau ada satu, dua saudara kita umat
Buddha yang mau bekerja yah semua pekerjaannya ditumplek di situ.
Nah, pikul sendiri supaya kamu banyak berbuat baik, saya tidak usah,
nanti kalau ada rapat, kalau ada pertemuan, kalau ada pekerjaan. Sulit...
sangat sulit mencari orang yang mau membantu kita, yang penting kan
mengendalikan diri.

Saudara sekalian... Kalau saudara mau bekerja untuk orang lain,
saudara akan bisa menikmati kebahagiaan yang luar biasa, mungkin ini
belum pernah saudara lakukan. Cobalah saudara bekerja untuk orang
lain itu memberikan kebahagiaan yang luar biasa, tanpa pamrih,
bahagianya dagangannya naik, anaknya lulus, Si Itu sudah dapat
pasangan, jualannya laku, kalau dibandingkan dengan bahagianya
orang yang bisa bekerja untuk orang banyak. Kebahagiaan dari
bekerja untuk orang banyak ini, luar biasa saudara.

Kalau saudara ingin merasakan, cobalah berusaha bekerja untuk
orang banyak. Saya bukan omong kosong, para Bhikkhu ini tidak
pernah punya uang, andai kata dapat dâna, dâna ini nanti akan
dikembalikan untuk kepentingan saudara: cetak buku, bangun Vihara,
dsb, mendirikan sekolah, dst. Istri tidak punya, anak apalagi, pangkat
tidak ada, kekayaan tidak punya, rumah tidak punya.

Bhante Sombat alamatnya di Sunter, saya alamatnya di Mendut... itu
hanya alamat, supaya nanti surat-menyurat itu gampang, bukan berarti
kemudian rumahnya di situ. Para Bhikkhu ini... jangan salah mengerti,
kami ini tidak punya rumah, berkelana, berjalan dari satu kota ke kota
yang lain, makan hanya sekali dua kali, pakaian satu dua lembar,
kekayaan tidak ada. Tetapi saudara sekalian... Kami merasa bahagia
karena kami mempunyai waktu yang jauh lebih banyak daripada
saudara bekerja, mengabdi demi kepentingan orang banyak.
Benar saudara... Para Bhikkhu ini tidak mempunyai apa-apa. Oleh
karena para Bhikkhu ini mengabdi demi kepentingan orang banyak
selain bertujuan mencapai kesucian, hidup bersih, maka justru karena
hidup bersih dan bisa mengabdi demi kepentingan orang banyak, para
Bhikkhu ini merasa bahagia.

Saudara sekalian... ada orang yang mengatakan, "Bhikkhu-bhikkhu ini
kan egois —Kokatti, tidak mau pelihara istri, tidak mau punya anak,
apakah istri itu semacam perkutut atau semacam kucing, Bhikkhu ini
kok tidak mau pelihara istri". Yang egois... yang lebih egois, saya atau
saudara? Coba saudara hitung kalau saudara cari uang, cari mata
pencaharian, cari penghasilan nomor satu untuk anak-istri, untuk istrianak,
suami-anak, anak-suami, apalagi sekarang cukup dua anak,
cukup dua istri, oh… jangan.

Sebagian besar saudara cari uang, cari makan, cari nafkah, istrikuanakku,
anakku-istriku, yah memang ada yang mengabdi tetapi sedikit.
Berbeda dengan para Bhikkhu ini saudara, para Bhikkhu ini tidak
pernah berpikir istriku-anakku, anakku-istriku... tidak pernah, kami
hanya berpikir bagaimana kami bisa berusaha untuk menghancurleburkan
serakah dan benci, dan kegelapan batin yang ada di dalam
diri kami ini dengan sebaik-baiknya, kemudian menggunakan
waktu, tenaga, pikiran, semuanya mengabdi demi kepentingan
saudara... dan kami merasa bahagia.

Nah, saudara sekalian... Saya tidak meminta saudara menjadi Bhikkhu
semua, saya juga tidak meminta lima puluh persen hidup saudara untuk
mengabdi... tidak. Tetapi saya cukup meminta saudara untuk
memberikan sepuluh persen dari hidup saudara, waktu saudara, untuk
mengabdi demi kepentingan orang banyak kalau lebih syukur,
karena dengan pengabdian itu saudara akan memperoleh
kebahagiaan.

Orang yang gampang frustasi, gampang kecewa, orang ini adalah orang
yang 'aku'nya besar, makin besar 'aku'nya makin gampang tersinggung,
makin gampang kecewa, gampang putus asa. Tetapi sebaliknya, orang
yang makin tipis 'aku'nya, orang yang berusaha menghancurleburkan
'aku'nya, orang ini akan bahagia, tidak gampang patah semangat, tidak
gampang frustasi, tidak gampang terkena tekanan batin.

Kenapa sekarang ini banyak orang terkena tekanan batin? Banyak orang
terkena stress, jarang orang menjadi Bhikkhu, oleh karena sekarang ini
makin besar aku —ego yang kita miliki. Sekarang Persatuan Bangsa-
Bangsa membuat tahun ini sebagai tahun perdamaian. Apa yang akan
diberikan oleh umat Buddha untuk tahun perdamaian ini? Saya
menyarankan sebagai berikut:

1. Memperkecil keakuan.
2. Memperbanyak meditasi.

Oleh karena dengan memperkecil keakuan, saudara akan mengurangi
tekanan mental yang sering muncul dalam pikiran saudara. Orang yang
'aku'nya kecil, jarang... sukar tersinggung, sukar terkena persoalanpersoalan
yang merugikan dan membuat tekanan mental, tekanan batin.
Justru orang yang besar 'aku'nya yang sering menderita.

Oleh karena itulah saudara sekalian, berikan waktu, sisihkan waktu
dalam kehidupan saudara sehari-hari untuk bisa mengabdi demi
kepentingan masyarakat. Kami (para Bhikkhu), telah menyisihkan
waktu kami sebanyak mungkin demi masyarakat, andai kata pekerjaan
kami tidak berhasil, kami tidak akan menyesal oleh karena kami tidak
hanya diam berpangku tangan, kami telah berusaha membuat
kehidupan ini menjadi kehidupan yang sebaik-baiknya.

Para Bhikkhu berusaha membuat hidupnya ini tidak sia-sia, suatu hidup
yang bermanfaat, mengisi kemajuan dirinya sendiri sepenuh-penuhnya
demi manfaat orang banyak, dan dengan demikian jarang kita ini bisa
menyesal. Andai kata toh pekerjaan kita tidak berhasil, kita tidak perlu
menyesal oleh karena kita telah melewatkan kehidupan ini dengan
mengisinya dengan sebaik-baiknya.

Jangan putus asa saudara-saudara sekalian, jatuh... bangkit kembali,
gagal... bangun kembali, karena tidak ada kesulitan yang akan
mencengkeram kita untuk selama-lamanya. Kesulitan, problem,
persoalan, kesedihan, semuanya tidak kekal, oleh karena itu jangan
patah semangat, jangan putus asa, maju terus tambah kebaikan, karena
hanya perbuatan baik yang bisa menyelamatkan kita,

menguntungkan kita, membantu kita dalam kehidupan sekarang maupun
dalam kehidupan yang akan datang. Inilah inti ajaran Sang Buddha.
Apakah ajaran seperti ini sekarang sudah basi? Justru ajaran seperti ini
sekarang relevan.

Manusia modern, kadang-kadang sudah tidak senang pada upacara,
justru agama Buddha menarik mereka. Agama Buddha bukan tidak
menghargai upacara, menghargai benar-benar. Upacara bermanfaat,
tetapi ada batasnya, bukan berarti berupacara itu semuanya bisa
terkabul, semuanya bisa selesai.

Upacara ini menambah semangat, menambah iman, memperkuat
keyakinan kita, memperkuat daya tahan kita, tetapi untuk berhasil kita
harus berusaha. Oleh karena itu, sekali lagi saudara sekalian, marilah
kita berusaha, tidak ada perbuatan yang lebih mulia daripada
berusaha. Memang ini berat, tetapi tidak ada pilihan lain. Naik kelas,
lulus sekolah, keluarganya berhasil, pekerjaannya berhasil, harus
berjuang.

Sang Buddha mencapai ke-Buddha-an juga bukan karena malasmalas,
para Arahat juga bukan karena malas-malas. Orang yang malas
akan ketinggalan, orang yang berjuang akan berhasil. Berjuanglah
demi kepentingan saudara, tetapi juga jangan lupa, berjuanglah untuk
mengabdi pada masyarakat. Siapa yang mau mengabdi lebih banyak,
dia akan menikmati kebahagiaan yang lebih banyak, kebahagiaan yang
lain daripada yang lain. Oleh karena pengabdian itu menghancurkan
keakuan, sedangkan keakuan itu sumber penderitaan.
Saudara sekalian... Demikian secara singkat apa yang Sang Buddha
ajarkan kepada kita. Sesungguhnya Sang Buddha ini tidak mengajarkan
64
yang sulit-sulit, secara praktek, apa yang harus kita kerjakan. Sang
Buddha hanya mengajarkan untuk menyingkirkan kejahatan, tambahlah
kebaikan, jaga dan bersihkan pikiranmu sendiri, oleh karena memang
demikian tugas kewajiban kita, demikian kodrat kita ini.
Kalau manusia menyenangi kejahatan, membenci kebaikan, tidak peduli
dengan masyarakat, itu adalah manusia yang bukan berjalan di atas
kodrat. Wajarnya manusia adalah menjauhi kejahatan, menambah
kebaikan, menjaga dan membersihkan pikiran sendiri, mengabdi demi
kepentingan yang lain.

Pak tani memberikan jasa kepada kita, pedagang memberikan jasa
kepada kita, guru-guru memberikan jasa kepada kita, para Bhikkhu
memberikan jasa kepada kita, umat memberikan jasa kepada para
bhikkhu, semua saling membutuhkan.

Sang Buddha telah memberikan jasa besar kepada kita, sekarang apa
yang sudah saudara berikan, apa yang sudah saudara haturkan kepada
Sang Buddha yang telah banyak memberikan kepada kita?
Nah, saudara-saudara sekalian... Mudah-mudahan apa yang saya
sampaikan ini menjadi bahan renungan bagi saudara dan berguna bagi
kehidupan saudara.

Sang Buddha pernah mengucapkan SUKHA SADDHÂ PATI TITTHA
—orang yang mempunyai keyakinan yang kuat, orang ini akan bahagia,
karena keyakinan itu pangkal segala-galanya. Untuk memulai sesuatu
orang harus mempunyai keyakinan, untuk bisa bekerja dengan
sebaik-baiknya orang harus punya keyakinan, untuk supaya
hidupnya ini genah, genah itu baik teratur, tidak kesasar-kesusur,
tidak tersesat orang juga harus perlu keyakinan.

Keyakinan adalah kompas, keyakinan adalah arah, keyakinan adalah
pedoman. Sesuatu yang kita yakini sebagai sesuatu yang sungguhsungguh
benar, dan kita pegang kebenarannya itu sebagai pedoman
sampai kapanpun juga. Berbahagialah saudara yang mempunyai
keyakinan yang benar, karena dengan keyakinan itu saudara akan
bisa mengatur perbuatan saudara, menghindari perbuatan yang
merugikan dan berusaha menambah perbuatan yang
menguntungkan.

No comments:

Post a Comment