Sunday, October 13, 2019

Pengendalian Diri untuk Melahirkan Perbuatan Baik

Pengendalian Diri
Y.M. Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera.

Kita mengerti manfaat kebaikan. Kita mengerti bahaya tindak kejahatan,
resiko kalau berbuat jahat; mungkin mempunyai reputasi jelek, nama
jelek, mungkin juga bisa dikeluarkan dari pekerjaan, dan sebagainya.
Tetapi, pengertian itu bisa lenyap total pada saat kotoran batin timbul.
Mengapa kotoran batin timbul? Kotoran batin itu muncul karena
dipancing untuk muncul. Apakah, siapakah, yang memancing? Yang
memancing adalah objek yang diluar diri ini. Yang terpancing
adalah pancaindera kita. Mata melihat, telinga mendengar, hidung
membaui sesuatu, lidah kita mengecap makanan, fisik kita menyentuh
sesuatu; itulah yang memancing atau membuat pancaindera ini
terpancing dan kemudian memancing hawa nafsu keburukan untuk
muncul. Timbullah kejengkelan, kemarahan, kebencian, keserakahan,
kesombongan, dan sebagainya.

Oleh karena itu: KESADARAN merupakan kunci untuk menjaga
pancaindera ini. Melihat dengan kesadaran, mendengar dengan
kesadaran, membau dengan kesadaran, menyentuh sesuatu dengan
kesadaran. Kalau kesadaran muncul, maka pengertian yang kita punyai
akan berfungsi. Kalau kesadaran itu absen, maka pengertian apa pun
yang kita punyai akan lenyap. Saat pengertian itu menjadi lenyap, kita
berani melakukan kejahatan. Betapa pentingnya kesadaran kita. Pada
saat mata kontak dengan pemandangan, melihatlah dengan kesadaran.
Jangan sampai apa yang dilihat itu membuat pancaindera ini terpancing
dan memancing hawa nafsu sehingga kita hanyut pada perbuatan yang
merugikan kita.

Ada satu contoh. Kalau suami bekerja di perusahaan yang besar,
kemudian mendapatkan tugas keluar kota. Empat hari, dia meninggalkan
rumahnya sendiri. Dia melihat orang tua yang berjalan tertatih-tatih
maka penglihatan atas si orang tua itu memancing ingatannya. Dia ingat
orangtuanya yang di rumah, “Bagaimana keadaan ibuku di rumah
sekarang ini? Sudah dua, tiga hari saya tidak melihatnya, mudahmudahan
sehat, karena waktu saya pergi ibu sedang sakit.”

Kalau sudah tiga hari atau seminggu meninggalkan rumah, kemudian
melihat anak kecil tertawa-tawa lucu sekali, yang dilihat itu memancing
ingatannya, ingat pada anaknya yang ada di rumah. “Bagaimana
keadaan anak saya sekarang? Sudah saya tinggalkan seminggu.

“Tetapi, kalau si suami melihat wanita cantik, yang terpancing dari
pikirannya bukan ingat istri di rumah. Yang terpancing, “Eh, wanita ini
cantik, saya mau dekat, saya mau kenalan.”

Itulah faktanya, apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, apa yang kita
sentuh, kalau kita tidak ada kesadaran, maka akan memancing hawa
nafsu indera. Tidak peduli kita bisa berkhotbah, mempunyai pengertian
agama yang lengkap, jika tidak ada kesadaran, maka hawa nafsu burukburuk
muncul dan semua menjadi gelap, tidak ingat resiko, tidak ingat
nama jelek, dan sebagainya. Tidak ingat semuanya, karena hawa nafsu
itu memberikan kenikmatan yang spontan dan manusia mencari
kenikmatan yang spontan itu. Hawa nafsu tidak sabar untuk
menunggu, untuk dengan tekun dan ulet memperjuangkan kebahagiaan
yang sejati, tetapi kalau bisa, sekonyong-konyong kaya saja, sekonyongkonyong
enak, sekonyong-konyong nikmat, sekonyong-konyong maju,
itulah tuntutan hawa nafsu.

Lain halnya kalau kesadaran muncul, sewaktu melihat, kesadaran
muncul; sewaktu mendengar, kesadaran muncul. Dengan begitu kita
akan melihat dengan kesadaran. Kita menggunakan landasan
pengertian kita menjadi landasan mengambil keputusan. Melihat
dengan kesadaran, mendengar dengan kesadaran, mengecap
dengan kesadaran. Inilah sesungguhnya meditasi.

Meditasi sering disalahtafsirkan bahwa meditasi itu hanya semata duduk
diam, bertafakur, siapa yang tahan duduk lebih lama, dia akan lebih
sukses. Meskipun mungkin dia duduk diam, tetapi kalau pikirannya
mengembara entah kemana, apakah itu meditasi? Tidak! Tidak sekedar
duduk! Sadar terhadap aktivitas indera, itulah meditasi.

Meditasi adalah sadar setiap saat, tidak perlu dilakukan di tempat suci,
tidak perlu dengan doa atau mantra-mantra, tetapi kesadaran dijaga agar
tidak absen. Sejak kita bangun pagi-pagi sampai nanti menjelang lelap
tidur kembali berusahalah menggunakan kesadaran atau perhatian.
Itulah sesungguhnya meditasi.

No comments:

Post a Comment